Mohon tunggu...
Syaiful Rahman
Syaiful Rahman Mohon Tunggu... Mahasiswa - Pelajar

Saya suka membaca dan menulis. Namun, lebih suka rebahan sambil gabut dengan handphone.

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Biarkan BBM Menemukan Takdirnya!

19 November 2014   08:08 Diperbarui: 17 Juni 2015   17:26 106
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejak SMA, khususnya ketika saya mencoba membaca buku-buku kiri, saya mulai sering tidak setuju dengan pemerintah. Secara pemikiran saya selalu menempatkan diri pada posisi kontra. Tidak hanya (pada kebijakan sekolah pada waktu itu), akan tetapi juga terhadap kebijakan pemerintah pusat. Salah satu buktinya, dalam lomba esai yang diselenggarakan oleh UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta pada tahun 2013 lalu. Dalam esai tersebut, secara terang-terang saya tidak setuju dengan kebijakan pemerintah mengenai pendidikan. Sebenarnya, masalahnya bukan karena saya ingin menjadi juara I (meskipun Alhamdulillah juara I) akan tetapi, saya punya keinginan lebih. Saya berharap melalui esai itu maka pemerintah tahu bahwa kebijakan yang diterapkan masih sangat jauh dari harapan.

Namun, terlepas dari politik hitam yang mengikutinya, kali ini saya belum punya alasan yang kuat untuk menentang kebijakan Presiden Joko Widodo untuk menaikkan harga BBM sebesar 2.000 rupiah. Entah apakah karena saya lemah dalam menganalisis kebijakan tersebut atau mungkin karena saya memang tidak bisa menganalisis. Maaf, pada saat pencalonan saya memang mendukung Prabowo tapi saya sama sekali tidak menolak Jokowi. Saya tetap berkomitmen, siapa yang menjadi presiden maka itu merupakan pilihan rakyat dan tugas rakyat juga nanti yang mengontrolnya.

Baiklah, saya akan langsung membahas kenapa saya tidak menentang kenaikan harga BBM bersubsidi pada kali ini meskipun efeknya sangat besar terhadap masyarakat? Jawabannya simpel, karena saya melihat pengalihan subsidi BBM terhadap pembangunan produktif sebenarnya jauh lebih menguntungkan dan lebih menjanjikan kemajuan bagi bangsa Indonesia ke depan. Memang kalau berbicara inflasi tentu akan meningkat. Bahkan inflasi per bulan di Indonesia (sesuai dengan data BPS) selalu fluktuatif meskipun tidak terjadi kenaikan harga BBM. Misalnya, inflasi pada bulan September 2014 sebesar 0,27 dan pada bulan berikutnya, Oktober 2014 sebesar 0,47.

Kemudian, masih mengenai inflasi, kalau melihat secara lebih terbuka, kenaikan harga BBM bukan satu-satunya alasan terhadap kenaikan inflasi. Sepintas memang kenaikan harga BBM berbanding lurus terhadap kenaikan inflasi. Beberapa orang yang duduk di kursi pemerintah pun tidak tanggung-tanggung memprediksikan inflasi jika BBM tahun ini naik. Dan tentu saja para aktivis, baik dari kalangan pemerintah yang tidak setuju maupun rakyat biasa yang tidak setuju, yang dilihat dari kebijakan tersebut adalah mengenai hal itu. Pasalnya, inflasi akibat kenaikan harga BBM ini akan sangat menyengsarakan rakyat kecil.

Akan tetapi, rasanya hal itu dapat dibantah terhadap kebijakan pengalihan subsidi itu sendiri. Mau tidak mau, rakyat Indonesia harus mengakui bahwa Indonesia memiliki kelemahan dalam hal pembangunan produktif, baik dalam bidang infrastruktur maupun ketahanan lainnya. Dan tampaknya, pengalihan subsidi ditujukan pada perbaikan hal-hal yang demikian. Kalau berbicara instan, memang pembangunan produktif ini tidak dapat langsung dinikmati dalam jangka waktu satu bulan. Butuh satu tahun, dua tahun, tiga tahun, atau bahkan lebih. Tapi, hasil dari jerih payah itu akan sangat nikmat nantinya ketika sudah nyata di depan mata. Saya ambil contoh satu saja mengenai kerja paksa pada zaman Belanda untuk membuat jalan dari Anyer sampai Panarukan. (Bukan bermaksud membela Belanda). Bayangkan jika pada masa itu tidak ada kerja paksa, apakah mungkin akan terbangun jalan tersebut hingga kini? Atau bahkan hanya akan timbul gejolak-gejolak yang tidak menguntungkan?

Selanjutnya, ketika pemerintah menaikkan harga BBM, itu bukan tanpa pemikiran panjang yang tidak menguntungkan bangsa Indonesia. Sebaliknya, saya melihat kebijakan ini merupakan kebijakan produktif yang penuh pemikiran mendalam. Langkah-langkah yang diambil tidak sekadar melihat kebijakan internasional. Lebih dari itu, kebijakan ini juga bertumpu pada revolusi mental dan program jangka panjang. Ketika harga BBM dunia mengalami penurunan maka Indonesia menaikkan harga BBM, itu merupakan salah satu bukti bahwa Indonesia ingin mandiri dan tidak lagi bergantung pada dunia lain. Indonesia ingin berhenti menyusu. Lagi pula, kenaikan harga BBM tidak begitu besar ketika dibandingkan dengan harga BBM di dunia internasional. Berdasarkan laporan dari TV One (kalau saya tidak lupa) tadi sore bahwa harga BBM Indonesia yang saat ini berlaku (8.500 rupiah) masih termurah ketiga di dunia.

Meskipun demikian, tentu tetap ada catatan bagi pemerintah yang telah memberikan kebijakan ini dan kepada seluruh bangsa Indonesia yang merasakan kebijakan ini. Kepada pemerintah yang ingin saya garis bawahi adalah mengenai kompensasi kenaikan harga BBM. Seperti yang saya katakan di atas, pengalihan subsidi BBM terhadap pembangunan produktif merupakan rencana yang tidak langsung dapat dinikmati. Sementara dampak dari kenaikan harga BBM terhadap kenaikan barang-barang yang lain berdampak langsung. Untuk itu, kompensasi langsung untuk mengimbangi kebijakan tersebut, khususnya bagi rakyat yang berekonomi menengah ke bawah, perlu diperhatikan sebaik-baiknya. Jika kartu sakti merupakan program yang dipilih untuk mengimbangi kenaikan harga BBM maka pemerintah harus merealisasikan program tersebut secepatnya dan jangan sampai salah sasaran. Sebab nasib rakyat kecil akan sangat tercekik jika kompensasi tersebut tidak tepat sasaran sedangkan dampak kenaikan BBM telah dimulai.

Bagi seluruh rakyat Indonesia tentunya harus mengawasi atau mendampingi setiap kebijakan pemerintah. Misalnya, masyarakat juga perlu ikut aktif dalam penentuan penyaluran kartu sakti. Sehingga, jika terjadi kesalahsasaran maka masyarakat perlu segera memberikan koreksi dan memperbaiki. Artinya apa? Keikutsertaan masyarakat luas terhadap setiap kebijakan pemerintah sebenarnya harga mutlak kesuksesan kebijakan itu sendiri. Tidak hanya terhadap kartu sakti melainkan juga terhadap program-program yang lain.

Demikian tulisan singkat saya mengenai kenaikan harga BBM. Sebenarnya masih banyak alasan akan tetapi, sebagian alasan tersebut tampaknya sudah dapat dijadikan logika kenapa saya tidak menolak kenaikan harga BBM. Saya hanya mempunyai harapan, semoga BBM itu menemukan takdirnya yang baik. Kebijakan pemerintah untuk menaikkan harga BBM demi kepentingan bangsa Indonesia dapat benar-benar terealisasi dengan baik. Kalau tidak, yang dikorbankan bukan hanya satu atau dua orang, akan tetapi seluruh bangsa Indonesia. Terakhir, tindakan untuk berubah dari kebiasaan (baik itu kebiasaan baik maupun kebiasaan buruk) akan selalu mendapatkan kesulitan. Akan tetapi, jika tidak mau mengalami kesulitan maka jangan pernah berharap terjadi perubahan. Semoga menjadi lebih baik!

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun