Mohon tunggu...
syaifullah
syaifullah Mohon Tunggu... Buruh - Buruh Pensil

Goresan pensil pikiran tak terhapus jaman

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kosong-Kosong

9 Januari 2022   07:32 Diperbarui: 9 Januari 2022   07:35 53
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Riuh suara camar laut yang terbang di atas kubah Basilika Santa Maria mengusik lamunanku yang melayang jauh ke dalam fragmen saat perjumpaan kita. Dari teras Gritty Palace di tepi kanal besar kala itu, segelas koktail yang hendak menempel di bibir tiba-tiba terhenti. Saat itu mataku beradu tatap dengan matamu yang sedang duduk di gondola. Seketika itu juga aku melupakan sisa kunyahan kenari yang tersangkut di kerongkongan. Kau melepaskan senyum. Aku merindukan senyumanmu itu hadir kembali di sini.

Sejak hari itu aku selalu menunggumu di tepi kanal. Berjam-jam aku menghabiskan waktu hanya untuk menantikan senyuman itu. Namun, yang aku dapatkan hanya gemulai riak air kanal yang menepi setelah di terjang gondola yang melaju. Seakan-akan riak air itu hendak mengatakan, "Hey, gadis yang kau tunggu tidak ada di gondola itu." Teman semeja pun mengatakan kepadaku kalau ini sebuah kesia-siaan. Namun, aku yakin satu hari nanti kamu akan kembali melintas di kanal besar ini.

Apakah aku jatuh cinta? Tatapan matamu telah menancapkan rasa di hati ini lewat senyuman. Rasa yang singgah hanya sesaat meninggalkan gundah yang berlarut. Aku tidak hanya menunggumu di tepi kanal ini setiap waktu sambil menikmati kacang kenari dan segelas koktail. Aku pun mencarimu di setiap jengkal kota Venesia. Mulai dari hulu di Laguna sampai di San Marco, aku berusaha mencari jejakmu. Namun, semua usaha itu hanya menghasilkan sebuah pertanyaan: kamu di mana?

Aku pasrah kepada takdir. Kini aku mulai mencoba menjalani kehidupan normal dengan melupakan bayanganmu. Namun, tiba-tiba kamu menampakkan diri di tepi kanal besar itu sambil tersenyum manis sekali, senyum yang sama ketika pertama kali aku melihatnya di atas gondola. Aku merasa seperti sedang bermimpi. Namun, kecipak dayung gondola mengisyaratkan kalau kamu itu nyata.

Ah, sulit aku percaya. Setelah sekian lama aku memendam rindu, kamu datang seperti menjawab doa-doa yang aku minta di dalam keputusasaan, tetapi itu sudah terlambat. Harapanku sudah lenyap seiring langit senja yang menghilang. Sementara itu, air kanal melarungku menuju ke laut Mediterania.

Januari, 09 2021

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun