Mohon tunggu...
Syahrul Chelsky
Syahrul Chelsky Mohon Tunggu... Lainnya - Roman Poetican

90's Sadthetic

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Kaktus, Ikan Cupang, dan Hal-hal Lain untuk Diceritakan

22 Agustus 2019   05:30 Diperbarui: 22 Agustus 2019   05:36 211
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pagi saya belakangan kerap dibangunkan oleh suara omelan ibu saya, ketimbang kemauan saya untuk bangun sendiri. Ini berkaitan dengan berbagai peristiwa buruk yang saya alami beberapa bulan ini, kemalangan saya, serta hal-hal lain yang di mata beliau adalah kesalahan. Tentu semua ini membuat saya tidak pernah bisa tertidur nyenyak lagi.

Kehampaan dalam hidup ini, saat saya membuka mata, ketika saya sarapan dengan sepiring nasi dan telur dadar, atau sewaktu saya mengingat bahwa mungkin saya akan menghabiskan waktu untuk hal yang sia-sia lagi. Mungkin saya masih akan menunggu perempuan itu.

Seusai dipecat dari toko sepatu, saya sudah tidak bekerja lagi. Waktu saya banyak di tempat tidur meskipun saya tidak mengantuk sama sekali. Saya juga mulai terbiasa menyaksikan acara-acara televisi yang sering menayangkan film-film romantis murahan yang sebenarnya tidak pernah ingin saya tonton. Namun akhirnya tetap saya tonton juga. Setiap hari.

Saya sudah mulai hafal dengan semua jadwal keresahan ini; ibu saya akan muncul, marah-marah. Sebulan belakangan ini, setelah puas memarahi saya yang sedang menonton film televisi romantis murahan, ibu saya rutin memberi wejangan. Saya tahu, pada dasarnya ibu saya adalah orang baik. Buktinya beliau selalu memasakkan saya telur dadar. Juga kadang-kadang membantu saya untuk mencari pekerjaan baru.

***

Setelah bangun pagi hari ini, saya tidak bergegas mandi. Saya melamun cukup lama di depan jendela, menatap ke arah luar, ke arah gunung yang jauh, ke arah pepohonan atau tumbuhan lain.

Hal ini terkadang membuat saya sedikit teringat pada anak kaktus yang pernah perempuan itu berikan kepada saya. Sudah hampir enam bulan yang lalu. Masih segar dalam ingatan. Dua menit sebelum dia berangkat dan lenyap di jalur rel kereta yang berkarat.

Itu terjadi setelah kami bertengkar cukup hebat, hingga kemudian dia mengajukan permohonan untuk mengundurkan diri dari pekerjaan menjaga toko sepatu yang sama dengan saya. Kata temannya, dia pulang ke kampung halaman karena kakeknya sedang sakit parah. Namun saya jadi ragu. Apalagi ketika dia tidak menjawab saat saya bertanya apakah dia akan kembali.

Sesaat setelah saya bertanya, sebelum dia masuk ke dalam kereta dan pergi, dia hanya mengeluarkan anak kaktus dari dalam tasnya, kemudian menyerahkannya kepada saya.

"Saya akan kembali, dan saya akan belajar untuk menerimamu lagi apabila kaktus ini dapat tumbuh dan hidup lama."

Saya ingat betul dengan kalimat terakhir yang dia ucapkan itu. Sedang saya hanya mengangguk. Tidak dapat berbuat banyak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun