Mohon tunggu...
Syahrul Chelsky
Syahrul Chelsky Mohon Tunggu... Lainnya - Roman Poetican

90's Sadthetic

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Menikahi Alien

19 Mei 2019   07:17 Diperbarui: 20 Mei 2019   17:47 192
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
space.dekstopnexus.com

Seisi bumi sudah menendang dan menolak keberadaanku ketika sariawan di bibirku semakin bertambah parah. Tetapi aku tak butuh waktu yang lama untuk menemukan planet yang baru. 

Pertama-tama aku bertemu makhluk aneh berbibir tebal yang  mengaku tak pernah panas dalam dan sariawan, dengan kepalanya yang lonjong, dan hidung yang pesek, mirip penampakan alien seperti yang ada di film-film Hollywood.  Tapi aku bingung  harus memanggilnya Mbak atau Mas.

Aku mulai memikirkan sesuatu yang aneh, mungkin karena tekanan udara serta gravitasi yang tak biasa. Aku kira, jika alien itu berjenis kelamin perempuan, mungkin aku bisa jatuh cinta dan menikah dengannya. Aku ingin membuat keturunan di luar angkasa.

Tetapi jika dia laki-laki, aku akan menjadikannya kawan, mengisahkan apa yang telah terjadi di bumi, serta alasan kenapa aku diasingkan hingga terdampar sampai ke planet ini.

Aku ingin bertahan hidup tanpa manusia lain. Mematahkan teori terlalu sosialnya seorang manusia hingga membutuhkan manusia lain untuk hidup. Aku pikir aku mampu bertahan  dari gelombang badai debu di Mars, atau pun dari hiderogen dan helium yang memenuhi atmosfer Saturnus. Aku bisa hidup di mana saja.

Hari-hari berjalan dengan baik-baik saja. Satu bulan, satu tahun, bahkan lebih dari seperempat abad. Meski hari-hari di luar bumi cuaca dan keadaannya memang tidak pernah sama. Tapi aku tidak kesepian. Aku telah bertemu alien betina dan kawin dengannya. Tanpa buku nikah, tanpa penghulu.

Kami punya seorang anak dengan rupa yang aneh, berkepala lonjong namun dengan tubuh manusia yang berwarna merah muda. Hidungnya tetap pesek karena hidungku dan istri alienku juga pesek. Tidak ada yang berubah. Aku menamai anak itu jauh-jauh dari nama-nama manusia di bumi. Aku sudah terlanjur membenci bumi.

Barangkali Bldhsjqau adalah nama yang cocok. Ini adalah nama yang terpikirkan saat aku mengacak tut keyboard yang pernah aku gunakan di bumi sewaktu mengetik disertasi untuk kelulusan S3.

Setelah besar, Bldhsjqau mulai menggunakan akalnya untuk berpikir dan semakin penasaran tentang asal-usulku karena perwujudanku yang menurutnya berbeda dengan rasnya dan ibunya. Baginya aku ini terlalu jelek. Dia semakin sering mempertanyaan bentukku yang baginya sangat aneh. Ya, ini hal manusiawi yang perlahan dimiliki olehnya.

Kemudian kukatakan padanya bahwa aku berasal dari  tempat asing indah yang bernama bumi, sambil menunjukkan gambar bumi yang pernah kucetak dari google. Planet memesona yang menjadi idaman seluruh makhluk hidup di semesta, dengan padang rumput, hutan hijau dan air yang cair. Tidak seperti planet aneh yang gersang dan cokelat tua ini.
 
Bldhsjqau kian penasaran dengan ceritaku, tentang bumi. Dia ingin mengajakku berkunjung ke bumi. Katanya, dia ingin mencicipi rumput, mengunyah pohon dan minum banyak air. Tapi aku menolak karena aku sudah berjanji  pada diriku sendiri untuk meninggalkan dan menjauhi segala hal tentang bumi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun