Mohon tunggu...
Syahrul Chelsky
Syahrul Chelsky Mohon Tunggu... Lainnya - Roman Poetican

90's Sadthetic

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen | Ingatan yang Berpendar di Sela-sela Ranting Damar

23 Mei 2019   20:11 Diperbarui: 27 Mei 2019   20:02 527
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Illustrated by pixabay

Dalam mimpiku dua malam yang lalu, aku melihat perempuan itu. Lengkap dengan rambut lurus panjangnya yang sepinggang, dengan dress merah mudanya yang masih bersih, dan tentu saja dengan lelakinya yang brengsek. Kejadiannya sama persis dengan yang pernah terjadi sebelumnya. Tetapi, dalam mimpi itu aku segera beranjak dari kursi dan memukul lelaki itu hingga mimisan dan pingsan.

"Kau selamat," kataku, sambil menarik tangan kanannya. 

Dia bingung, melepaskan genggaman tanganku, lari ke tengah jalan raya dan kembali ditabrak oleh sebuah mobil hingga tewas. Aku langsung terbangun dengan nafas yang terengah-engah.

Dan ini tak cuma terjadi satu kali. Tadi malam, aku kembali memimpikan perempuan itu, masih dengan rambut lurus panjangnya yang sepinggang, dress merah mudanya, bersama kekasihnya yang tentu saja juga masih brengsek.

Pada mimpi kedua, aku kembali memukul kekasihnya hingga pingsan. Aku menggenggam tangannya erat-erat sembari berkata, "Kau selamat."

Dia masih bingung dan berusaha untuk melepaskan genggaman tanganku. Tapi kali itu berbeda. Aku memegang tangannya sekuat tenaga. Kami berjalan beberapa langkah, melewati pohon damar yang tua, namun dia diam tanpa suara.

Aku ajak dia berhenti sejenak, untuk memulai pembicaraan dan menjelaskan apa yang terjadi andai aku tak memukul kekasihnya. Tetapi tiba-tiba sebuah truk pengangkut oleng, menabrak bahu jalan, menabrak kami berdua. Aku langsung terbangun dan menyadari bahwa itu hanyalah kelanjutan dari mimpi buruk yang malam sebelumnya juga kualami.

Dan, Lis.

Hari ini, aku jadi semakin mengerti bagaimana kematian telah ditentukan oleh Tuhan, dan aku tidak mungkin bisa mengubahnya. Aku juga tak bisa memutar waktu untuk memperbaiki segalanya. Aku hanyalah manusia yang terlalu banyak kekurangan, yang kemampuan terakhirnya cuma sebatas merawat ingatan.

Dan betapa aku yang  ganjil ini seharusnya merasa sangat beruntung karena pernah kau genapi. Atas dasar ketidakberdayaanku, keterlambatanku, dan betapa mudah putus asanya aku. Di samping semua kelemahan itu, aku ingin selalu merasa bahagia karena pernah ditemukan olehmu.

Aku menangis, Lis. Bukan karena sariawan. Tapi karena aku terlalu merindukanmu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun