Mohon tunggu...
Syahril Official
Syahril Official Mohon Tunggu... Aktor - Menuli kita bisa sukses

Dengan menulis adalah suatu langkah menuju sukses

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Tradisi Sosial Keagamaan Nyadhar di Desa Kebundadap dan Pinggirpapas

22 Maret 2020   21:48 Diperbarui: 22 Maret 2020   21:45 473
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Pengertian Nyadhar

Istilah tradisi yang telah menjadi bahasa Indonesia, di pahami sebagai sesuatu yang turun temurun Nenek moyangnya. Tradisi dalam kamus antropologi sama dengan adat istiadat yakni kebiasaan-kebiasaan yang bersifat magis regius dari kehidupan suatu penduduk asli yang meliputi mengenai nilai-nilai budaya, norma-norma, kaidah-kaidah, hokum dan aturan-aturan yang saling berkaitan, dan kemudian menjadi suatu system atau peraturan yang sudah menetap serta mencakup segala konsepsi system budaya dari suatu kebudayaan untuk mengatur tindak social. Sedangkan dalam kamus sosiologi diartikan sebagai adat istiadat dan kepercayaan secara turun menurun dapat di prlihara.

Tradisi merupakan pewarisan norma-norma, kaidah-kaidah, dan kebiasaan-kebiasaan. Tradisi tersebut bukanlah suatu yang tidak dapat diubah, tradisi justru di padukan dengan aneka ragam perbuatan manusia dan diangkat dalam keseluruhanya. Karena manusia yang membuat tradisi maka manusia juga dapat menerimanya, menolaknya dan mengubahnya.

Tradisi dipahami sebagai suatu kebiasaan masyarakat yang memiliki pijakan sejarah masa lampau dalam bidang adat istiadat, bahasa tata kemasyarakatan keyakinan dan sebagainya. Memang tidak ada kehidupan manusia tanpa suatu tradisi. bahasa daerah yang di pakai dengan sendirinya diambil dari sejarahnya yang panjang tetapi bila dradisi diambil alih sebagai harga mati tanpa pernah di pertanyakan maka masa kini pun menjadi tertutup dan tanpa garis bentuk yang jelas seakan-akan hubungan dengan masa depan pun menjadi terselubung, tradisi lalu menjadi tujuan dam dirinya sendiri.

Dengan merujuk pada beberapa teori tersebut, dapat dikatakan bahwa Nyadhar merupakan tradisi, yakni adat istiadat yang sudah di lakukan turun temurun oleh masyarakat kebundadap timun dan pinggirpapas. Sedangkan secara teknis merujuk kepada tradisi dengan maksud menjaga, menghormati serta memelihara warisan nenek moyang yang sudah ada.

Dari berbagai uraian di atas, dapat di simpulkan bahwa Nyadhar bias diartikan sebagai adat istiadat atau tradisi bagi masyarakat. Untuk itu masyarakat kebundadap timur dan pinggirpapas selalu melaksanakan ritual tradisi nyadhar tiap tahunnya, karena masyarakat di sini berpendapat bahwa tradisi Nyadar merupakan warisan nenek moyang yang patut di lestarikan.

Nyadhar adalah kekayaan tradisi masyarakat petani garam Desa kebundadap dan pinggirpapas Nyadhar di lakukan di sekitar komplek makam leluhur, disebut juga asta, yang oleh masyarakat setempat lebih dikenal dengan nama Bujuk Gubang. Dalam setehun dilakukan tiga kali berturut-turut dengan rentang waktu satu bulan berselang. Berdasarkan usulan diatas dapat disimpulkan bahwa tradiri nyadhar adalah tradisi social masyarakat Kebundadap dan Pinggirpapas, yang mana tradisi tersebut berbentuk upacara adat berupa Selametan disekitar makam atau asta leluhur mereka.

Pelaksanaan Tradisi Sosial Keagamaan Nyadhar Di Kebundadap Timur

 Nyadhar sendiri berasal dari kata nadhar, yang artinya niat berziara ke Bujuk Gubang. Dilaksanakan tepat hari jumat tanggal 15 bulan Rajab. Tradisi ini merupakan tradisi masyarakat petani garam Desa Pinggirpapas dan Kebundadap. Nyadhar memiliki ritual-ritual yang berbau Agama Hindu dan Agama Islam.

Kegiatan Nyekar (ziarah) ke komplek pemakaman Anggosuto dilakukan pada pukul 16.00 WIB dengan melewati dua jalur kepala suku dengan perangkatnya harus berjalan kaki dan menyebrangi sungai sarokah. Masyarakat umum boleh menaiki kendaraan. Setelah sampai di lokasi upacara di desa kebundadap, kaum wanitanya menyiapkan tungku untuk memasak di malam harinya. Pimpinan adat di sebut Jhuje berpakaian gamis warna putih, sebelas orang pengiringnya berpakaian Racok Saebu. Selanjutnya masing-masing anggota masyarakat menyerahkan sari berisi bunga, uang dan bedak kepada penghulu. Bunga itu oleh istri para penghulu akan di bawa ke komplek pemakaman di iringi dengan pembakaran kemenyan. Salah seorang penghulu membaca doa tahlil, kemudian kembang tersebut dikumpulkan dan di berikan kepada peserta upaca untuk di taburkan diatas makam. Mereka yakin siapayang lebih dulu meletakkan bunga di atas makan, maka hajat orang tersebut akan segera dikabulkan. Salah satu penanda bahwa seorang tersebut telah mengikuti upacara, dibelakang telinga atau di dahinya ditandai dengan bedak cair. Penanda ini di percaya bias menghindarkan dari gangguan mahluk halus. Selesai upacara mereka kembali ke kelompok masing-masing dan suami isteri mempersiapkan tiga tungku untuk memasak. Sekitar jam tujuh malam, nasi yang telah masak dituangkan diatas tikar dan didinginkan. Para suami menyiapkan panjeng dalam bentuk tumpeng yang dihiasi telur dadar, ayam goring dan ikan bandeng. Upacar hari kedua dinamakan upacara knoman. Sekitar pukul 05.00 WIB tumpeng ditaruh di bawah pohon asam di sekitar komplek pemakaman dan kemudian salah seorang penghulu menghitung panjheng dengan membacakan mantra, konon dengan cara ini para penghulu bias mengetahui anggota masyarakatnya yang tidak hadir mengikuti upacara. Mereka yang tidak hadir wajib mengadakan upacara upacara Nyadhar di rumahnya. Mereka memberikan laporan kepada pimpinan masing-masing dan kemudian pimpinan kelompok membawa kinangan (tempat sirih) diletakkan ditempat ia duduk. Lalu pembacaan selesai, nasi di panjheng dimakan bersama. Sisa nasi di panjheng akan dibawa pulang dan dibagikan kepada kepada tetangga yang tidak mengikuti upacara. Sisanya lagi kemudian sedikit karak tersebut ditaburkan dengan nasi yang mereka makan setiap hari.

Nyadhar kedua Upacara Nyadhar kedua dilaksanakan sebulan setelah nyadhar pertama. Bentuk upacaranya tidak jauh berbeda dengan nyadhar yang pertama. Bedanya, pada nyadhar kedua senjata milik pangeran anggosuto di keluarkan dari pasarean. Senjata tersebut terdiri dari abinan (keris) dan kodik perangshang yang diambil dari juru doa pada hari sabtu sebelum subuh tiba. Kedua senjata tersebut dibawa ke pintu gerbang komplek pemakaman, setelah dibacakan doa, senjata tersebut dikembalikan ketempat semula.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun