Hari #5: Deadline, Kepercayaan, dan Sebuah Pelajaran
Maulana terbangun lebih awal dari biasanya. Rasa kantuk masih menggantung di matanya setelah semalam begadang menyelesaikan laporan proyek. Tapi ada sesuatu yang membuatnya berbeda pagi ini---pertemuannya dengan Rizki kemarin. Ia masih mengingat ekspresi sahabat lamanya itu, perasaan haru yang muncul saat mereka akhirnya berdamai setelah sekian lama berjauhan.
"Alhamdulillah, hari kelima puasa," gumamnya, menutup mushaf setelah membaca beberapa ayat Al-Qur'an. Ia bertekad menjalani hari ini dengan lebih sabar dan bersyukur. Namun, begitu tiba di kantor, ujian itu langsung datang.
Mbak Rina, asistennya, sudah menunggu di depan ruangannya dengan wajah cemas.
"Pak, klien dari Semarang telepon pagi ini. Mereka minta jadwal presentasi dimajukan jadi sore ini, bukan besok."
Maulana mengernyit. "Kenapa tiba-tiba?"
"Direkturnya ada perjalanan mendadak ke luar negeri besok pagi. Mereka minta presentasi final dikirim sebelum jam empat sore, dan meeting online jam lima."
Maulana melirik jam dinding. Pukul 9 pagi. Ia hanya punya waktu tujuh jam untuk menyelesaikan pekerjaan yang seharusnya dikerjakan dalam dua hari. Ia menghela napas, mencoba menenangkan diri.
"Baiklah. Tolong panggil tim desain ke ruang rapat sekarang."
---