Mohon tunggu...
Syahrani Abda Syakura
Syahrani Abda Syakura Mohon Tunggu... Mahasiswa - Pendidikan Sosiologi UNJ

Membaca jendela dunia, menulis mencetak sejarah

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Belenggu Kemiskinan sebagai Tantangan Pendidikan dalam Pandangan Giddens

26 Desember 2021   22:10 Diperbarui: 26 Desember 2021   22:17 432
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Kemiskinan merupakan masalah yang dihadapi oleh setiap negara di dunia. Negara memiliki definisinya tersendiri tentang kemiskinan berdasarkan perekonomian, kesejahteraan, dan kondisi sosial di negara tersebut. Secara umum kemiskinan dapat di artikan sebagai kondisi di mana terjadi ketidakmampuan pendapatan dalam memenuhi kebutuhan pokok dan tidak mampu menjamin kelangsungan hidupnya. Di Indonesia sendiri kemiskinan didefinisikan dalam Undang-Undang No. 24 Tahun 2004, yang mengatakan kemiskinan adalah kondisi sosial ekonomi seseorang atau sekelompok orang yang tidak terpenuhinya hak-hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat.

            Dalam mengentas kemiskinan berbagai upaya dilakukan, salah satunya dengan melalui pendidikan. Sekolah diharapkan mampu untuk membuat masyarakat yang berada pada taraf ekonomi bawah dapat keluar dari jerat kemiskinan, menggunakan pendidikan untuk melakukan mobilitas vertikal di masyarakat. Sayangnya, hal ini dirasa kurang maksimal dalam mengentas kemiskinan, padahal berbagai bantuan pendidikan untuk masyarakat miskin telah diberikan oleh pemerintah seperti dana BOS, BOP, serta pemenuhan nutrisi dan kalori. Kemiskinan menjadi sebuah lingkaran yang tidak akan bisa putus seperti teori yang dikemukakan oleh Ragnar Nurkse, teori lingkaran setan kemiskinan yang didefinisikan sebagai konstelasi dari kekuatan berputar yang cenderung beraksi dan bereaksi satu sama lain dengan cara tertentu sehingga membuat suatu negara miskin dalam kemiskinan. Suatu negara itu miskin karena miskin (Muhammad Umer : 2000).

            Menurut Giddens masyarakat atau individu merupakan agen yang dapat mereproduksi struktur dengan tindakan sosial yang dilakukannya. Struktur dapat dimodifikasi, diperbaiki dan diteruskan oleh agen dimasa mendatang untuk menjawab kebutuhan zaman. Berdasarkan pemikiran Giddens, agen dapat mengubah atau memodifikasi struktur melalui tindakan sosial yang bersifat internal. Maka salah satu suksesnya pendidikan sebagai alat mengentas kemiskinan (struktur) adalah masyarakat itu sendiri (agen).             Dalam tulisan ini penulis akan menjelaskan keterkaitan kemiskinan dan pendidikan dalam pandangan teori dualitas Anthony Giddens

Kemiskinan dan Pendidikan

            Dalam mengentas kemiskinan berbagai upaya telah dilakukan pemerintah melalui pendidikan dan pemberdayaan sumber daya alam. Akan tetapi upaya-upaya yang telah dilakukan tidak banyak membuahkan hasil. Bahkan jika dilihat dari beberapa penelitian yang telah dilakukan menyatakan bahwa anak dari rumah tangga miskin berisiko dua kali lebih tinggi menjadi miskin saat dewasa dibandingkan dengan anak dari rumah tangga tidak miskin (Blanden dan Gibbons, 2006). Sedangkan pada penelitian yang dilakukan oleh Pakpahan, Suryadarma, dan Suryahadi (2009) menyatakan bahwa risiko anak yang berasal dari keluarga miskin kronis tetap hidup dalam kemiskinan pada saat dewasa adalah 35% lebih tinggi dibandingkan anak yang bukan dari keluarga miskin kronis.

     Hal ini disebabkan oleh kurang terampilnya kualitas Sumber daya manusia yang mengakibatkan pada rendahnya tingkat produktivitas dan berakibat pula pada rendahnya penghasilan. Kemiskinan yang terjadi pada generasi ini akan berimplikasi pada kehidupan generasi selanjutnya yang juga tidak dapat menerima pendidikan dan siklus kembali ke awal, disebut Ragnar sebagai lingkaran setan. Oleh karena itu pendidikan menjadi solusi yang tepat dalam memberantas kemiskinan. Adanya pendidikan memungkinkan orang untuk mencapai kinerja yang lebih baik dalam berbagai kegiatan termasuk produksi dan, karenanya, mencapai pendapatan yang lebih tinggi (Paulus, Tri dan Sri : 2017)

Belenggu Kemiskinan sebagai tantangan Pendidikan menurut Giddens

            Pada pemikirannya, Giddens tidak memisahkan pemahaman antara agen dan struktur. Seluruh tindakan sosial memerlukan struktur dan seluruh struktur memerlukan tindakan sosial. Struktur menurut Giddens, merupakan perangkat yang berisikan aturan (role) dan sumber daya (recourses) yang terbentuk dan membentuk perulangan praktik sosial (Anthony Giddens, 1995). Berdasarkan pernyataan tersebut maka dapat diketahui bahwa struktur bersifat internal bagi individu.

            Kemiskinan dalam masyarakat merupakan struktur yang ada pada masyarakat itu sendiri. Hal ini dapat diubah dan dimodifikasi melalui kebudayaan dan pendidikan yang di bangun oleh agen sehingga membentuk struktur baru. Sayangnya orang miskin cenderung mempertahankan budaya kemiskinannya melalui mekanisme hidup yang ditransmisikan  oleh keluarga ke generasi selanjutnya. Kebudayaan yang turun menurun dalam generasi, dibuktikan dalam penelitian seorang Neo-marxisme, Willis (1997). Ia menjadikan 12 orang anak dari keluarga kelas bawah sebagai subjek penelitiannya. Hasilnya adalah mereka tidak mampu bertahan dalam menempuh pendidikan dan lebih cepat dalam menginginkan kemandirian ekonomi yang dilakukan dengan bekerja. Neo-marxisme menganggap ketidakberhasilan ini disebabkan adanya struktur ekonomi yang dominan mempengaruhi proses pembelajaran siswa di kelas.

            Berbeda dengan Neo-marxisme, Giddens menganggap antara agen dan struktur tidak ada yang mendominasi. Ketidakmampuan anak dari keluarga dengan ekonomi rendah merupakan dalam menempuh pendidikan merupakan praktik sosial yang terus menerus dilakukan. Struktur seperti ini terus-menerus di reproduksi masyarakat miskin tanpa adanya motivasi untuk mengubah dan memodifikasi struktur untuk memiliki kehidupan yang lebih baik. Kebudayaan orang miskin hampir tidak memiliki nilai-nilai budaya kelas menengah hingga cenderung mengabaikan arti penting pendidikan dan kebersihan bagi anak-anak mereka (Lewis, 1988). Struktur bersifat mengekang dalam bentuk aturan-aturan, tapi juga membebaskan subjek yang otonom dalam mengontrol struktur pada bentuk tindakan sosial.

            Pendidikan sebagai bentuk dari struktur sosial di masyarakat, dijadikan acuan dalam mendapatkan pekerjaan atau mencapai tujuan yang diinginkan. Namun agen juga memiliki kontrol terhadap struktur tersebut dalam internalisasi. Apabila agen tidak mereproduksi struktur dalam tindakan sosialnya maka mereka tidak akan melihat pentingnya pendidikan sebagai struktur sosial yang mengekang masa depan mereka untuk mendapatkan pekerjaan yang layak dan meningkatkan taraf hidup mereka. Pemahaman mengenai pendidikan ini yang menjadi dimensi pertama strukturasi menurut Barker (2011). Setelahnya dari kesadaran akan pemahaman pendidikan, diperlukan moralitas atau arahan yang tepat, tentang bagaimana seharusnya sesuatu itu dilakukan. Terakhir barulah agen memiliki kekuasaan dalam bertindak untuk mencapai keinginannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun