Kemaren, Saya mendapat pengalaman berharga dari anak Saya yang berumur 9 tahun. Dia bercerita kalau temannya hari ini milad. "Bah, nanti sebelum ke sekolah, kita beli kado ya....Saya mau ngasih surprise."
Tiba di toko alat tulis, Saya saranin beli buku dan pulpen buat kadonya. Namun dia menolak. "Kotak pensil aja Bah. Dia belum punya."Â
Saya bantu pilih-pilih, kemudian Saya sodorkan ke dia. Dia lirik label harganya. "Bah, Saya malu ngasihnya kalau terlalu murah. Kita carikan yang lebih baik yaaa...." Sesudah ketemu yang dia inginkan, kami pun menuju kasir. Belum sampai ke kasir, dia bilang ke Saya. "Bah, kita tambah dengan kaos kaki ya? Kasian bah, kaos kakinya itu-itu aja."Â
Sepulang sekolah, dia bercerita kalau temannya tersebut sangat senang menerimanya. Sampai jingkrak-jingkrak katanya. Matanya berbinar-binar penuh semangat menceritakan.Â
"O ya Bah, hadiahnya Saya tambahin dengan pensil dan penghapus  yang Saya beli di warung samping sekolah." Katanya menambahkan.
Berarti uang jajan mu kurang dong, kata Saya. Nggak papa katanya.Â
"Saya sempat terfikir, nanti kalau Saya milad, teman-teman ada yang ngasih kado nggak ya Bah?"
Saya bisikin ke telinganya. Kamu jangan berharap kepada manusia nak, nanti kecewa. Kalau ada yang ngasih, terima. Namun pantang meminta.Â
Latihlah mental anak-anak kita dengan mental kaya. Ajarkan anak-anak kita untuk suka memberi, jangan ajarkan ia untuk meminta-minta. Keluarga datang, disuruh minta uang. Keluarga dari luar kota, disuruh minta oleh-oleh. Ini yang keliru.
Berikan apa yang bisa kita berikan. Memberi, tidak melulu dalam bentuk materi. Mamberi bisa berupa kasih semangat, kasih manfaat, kasih senyuman. Berikan yang terbaik sebesar rasa syukur kita kepada Allah.Â
Bahagia itu, ketika kita bisa membahagiakan orang lain.