Mohon tunggu...
Syahrani
Syahrani Mohon Tunggu... Wiraswasta - Baiknya segera memulai. Berhenti berandai-andai.

Kelahiran Banjarmasin, penyuka traveling, nonton dan aktif menulis di media sosial dengan tema pengembangan diri.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Gelasmu Sudah Penuh, Kawan

23 Oktober 2021   12:37 Diperbarui: 23 Oktober 2021   12:43 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Beberapa waktu yang lalu, saya berbincang dengan salah satu pemilik usaha kursus mengemudi mobil di Kota Saya. Ia banyak bercerita tentang pengalamannya selaku owner merangkap sebagai pelatih yang sudah ratusan orang ia ajari mengemudi. Hal ini tentunya tidak mudah, tidak bisa sembarangan.

Terlalu sepele kalau hanya bermodal kemahiran teknik atau skill mengendarai mobil, lantas buka kursus. Banyak aspek lainnya yang harus dikuasai. Selain harus sudah berlisensi dari kepolisian, seorang pelatih harus bisa mengajar dengan banyak karakter, mental dan pendekatan psikologis yang berbeda-beda. Ada yang mudah gugup, kagetan, penakut, terlalu pede, terlalu hati-hati. Bahkan ada cara tertentu untuk mengajari orang yang trauma. Misalnya trauma karena pernah kecelakaan.

Saya tanya, dari semua tipe orang yang belajar, mana yang paling sulit diajari. "Selama lebih dari sepuluh tahun di usaha ini, yang paling sulit itu mengajari orang yang (merasa) sudah bisa mengemudi mobil. Dia memang pada dasarnya bisa mengemudi tapi belum lancar, biasanya ia belajar sendiri atau diajarin temannya tanpa memahami secaranya menyeluruh. Yaah...asal bila jalan aja", kata teman saya.

Saya penasaran. Bukankah lebih mudah, mengajari orang yang sudah punya dasar mengemudi.

"Betul, akan mudah apabila ia mau rendah hati menerima pelajaran yang Saya berikan.  Akan sulit apabila ia merasa dengan ilmunya itu, ia sudah paham semuanya. Setiap kali saya memberikan instruksi,  ia selalu menjawab : Iya, saya sudah tau itu.  Selalu demikian."

Dalam pergaulan, biasanya ada yang demikian. Punya teman yang merasa tahu semuanya. Kita satu bait, ia sepuluh bait menjelaskan. Percayalah, orang seperti itu tidak akan mendapat ilmu tambahan jika ia masih merasa tahu, merasa lebih paham dibandingkan orang lain.

Daun telinga itu dua. Mulut cuma satu. Tidak akan rugi jika kita belajar lebih banyak dengan mendengarkan dan menyimak orang lain, terlebih dahulu.

Anda mungkin sudah memiliki ilmu yang disampaikan orang lain. Tapi dengan anda merendahkan hati, maka ilmu anda akan bertambah. Tanpa mengurangi atau menciderai ilmu yang sudah anda miliki.

Teringat pesan Bob Sadino, "Setiap bertemu dengan orang baru, saya selalu mengosongkan gelas terlebih dahulu".

Iya, gelas yang penuh, tidak bisa diisi air. Ia akan meluber keluar. Ilmu tidak akan masuk, jika kita merasa hebat, merasa lebih tahu dibandingkan orang lain.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun