Mohon tunggu...
Fiksiana

Dalam Koma

3 April 2019   13:35 Diperbarui: 3 April 2019   13:54 16
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

DALAM KOMA #1

Gara-Gara Reformasi

Tangisan bayi yang keras tak bisa dibendung kala itu, karena baru saja terlahir di dunia yang panas ini. Panas suasana kota, pun panas suasana jiwa. Apalah daya seorang perempuan yang sengaja mengadu nasib ke suatu kota besar yang tidak punya perasaan. Perempuan dari desa. Desa permai yang meninggalkan banyak cerita bahagia bagi sebagian besar anak-anak.

Perempuan yang pernah tenggelam di sungai berarus deras di desa tetangga pada tahun 70an kini berjuang melawan kegusaran jiwa di ibu kota.

"Karti, saya dengan sangat terpaksa memberhentikan kamu sebagai pegawai disini. Pertimbangan saya mungkin kurang matang, tapi ini karena kondisi yang mendesak. Suasana di kota semakin menjadi, meskipun saya dekat dengan orang pribumi."

Suasana kegelisahan harum terasa sore itu di ruang tamu sang majikan. Atasan perempuan itu bermaksud memberhentikan dia sebagai karyawan di toko mebelnya karena kondisi ibu kota menuntut waktu itu.

"Tidak apa, saya bisa pulang ke kampung halaman koh"

Percakapan beberapa minggu lalu, sebelum bayi yang dikandung perempuan itu terlahir di dunia yang gersang ini, yang alur hidupnya akan terkisah dalam tulisan ini. Lahir diantara kekacauan dan semakin menipisnya lapisan kasih. Dia adalah Zyahwan.

"Mas, saya dapat kabar dari desa kalau ibu akan ke Jakarta menjemput kita untuk pulang ke desa. Menunggu keadaan Jakarta tidak kacau lagi" beritahu perempuan itu kepada sang suami

"Apakah sudah dipertimbangkan dengan matang. Zyahwan kan masih baru berumur 30 hari, mukanya saja masih merah" Jawab suami dengan penuh keraguan

Suasana malam itu ditutup dengan tidak adanya kata sepakat, atau bahkan tidak ada keputusan. Suami pun tidak bisa berbuat banyak karena hanya seorang serabutan, mungkin bisa dikatakan pengangguran.

Beberapa hari kemudian ibu dari perempuan itu tiba di Jakarta bersama pamannya. Maksud dari kedatangannya tidak ada maksud lain yaitu membawa pulang keluarga kecil itu ke kampung halaman. Jakarta yang semakin runyam, suami yang tak berpenghasilan, ditambah pekerjaan perempuan itu yang sudah tanggal, sisa tabungan yang semakin menipis memperkuan keputusan untuk memulangkan keluarga kecil itu ke kampung halaman. Namun yang lebih penting dari itu semua adalah mengamankan Zyahwan dari debu kisruh ibu kota.

Beberapa hari kemudian mereka meninggalkan Jakarta, meninggalkan kontrakan kecil dengan barang-barang yang masih utuh di dalamnya dengan harapan akan kembali. Meninggalkan ibu kota, berlayar menuju desa menunggangi kereta selama satu hari lamanya.

Desa bekas ibu kota Kerajaan Majapahit memang sangat subur, indah, permai. Suasana yang sejuk didampingi mentari yang hangat, hamparan sawah yang luas, sungai yang mengalir jernih, suara kendaraan yang sangat jarang kala itu, Namanya Desa Karanglu. Di sini Zyahwan akan tumbuh besar, mengenal kawan, mengenal harapan, cinta, kasih, dan sejati.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun