Mohon tunggu...
Syahirul Alim
Syahirul Alim Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Lepas, Penceramah, dan Akademisi

Penulis lepas, Pemerhati Masalah Sosial-Politik-Agama, Tinggal di Tangerang Selatan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Peci dan Korupsi

17 Desember 2018   16:41 Diperbarui: 17 Desember 2018   16:46 125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Saya tidak sedang membandingkan, bahwa peci sebagai suatu "identitas" nasional bahkan mungkin keagamaan lalu berbanding terbalik dengan para koruptor yang kerap berpeci. Namun yang pasti, sepanjang 2018, lebih dari 20 kepala daerah di seluruh Indonesia telah diamankan KPK karena terbukti melakukan korupsi dan rata-rata mereka tentu saja berpeci. 

Lalu, apa kaitannya peci dengan korupsi? Kaitannya ada pada soal kepala daerah yang terpilih, dimana hampir semuanya mengenakan peci saat mengucapkan sumpah jabatan dan peci menjadi satu entitas yang melekat pada diri seorang pejabat, bahkan disaat mengucapkan sumpah untuk tidak akan melakukan korupsi seraya disaksikan dan didengar oleh sekian banyak orang.

Peci memang merupakan wujud identitas nasional, walaupun dalam banyak hal ia juga menjadi unsur terpenting ketika umat muslim menjalankan salat.

Orang-orang tua di kampung, malah meyakini peci sebagai hal yang "sakral", karena selain digunakan sebagai ornamen peribadatan, peci juga menjadi tempat menyimpan hal-hal penting, seperti uang atau kertas semacamnya yang "disakralkan". Tanpa peci, salat rasanya kurang afdhal, sehingga wajar jika peci kemudian juga menjadi "identitas keislaman" seseorang, disamping dipakai juga menjadi identitas kebangsaan.

Melihat tren korupsi yang dilakukan para kepala daerah, tentu saja kita sering bertanya-tanya apakah mereka itu kurang digaji negara atau memang karena prilaku korup yang selalu "menghantui" para pejabat? 

Ataukah karena ongkos politik yang sedemikian tinggi sehingga mau tidak mau mereka mencari jalan pintas melalui korupsi? Terlalu banyak pertanyaan, tetapi sesungguhnya hanya satu jawaban: peci dan korupsi itu tampak lebih dekat, karena peci yang menunjukkan perihal "kewenangan" setiap pejabat namun seringkali disalahgunakan.

Lihat saja sosok Bupati Lampung Selatan, Zainudin Hasan yang selalu tampil berpeci sekalipun telah didakwa korupsi sekitar Rp 72 miliar. 

Atau figur nyentrik Bupati Cianjur, Irvan Rivano Muchtar yang kerapkali sarungan dan berpeci bahkan bersorban malah terbukti korupsi dengan mengutip dana bantuan pendidikan yang "dijarah" dari sekitar 200 sekolah. 

Untuk penampilan Irvan ini, memang terkesan terlampau berlebihan dengan misalnya, kemana-mana selalu mengenakan sorban dengan alasan bahwa dirinya merupakan simbol kesalehan yang taat menjalankan titah-titah agama.

Contoh lain barangkali adalah Bupati Bangkalan yang kesohor, Fuad Amin. Figur yang selalu mengenakan peci ini bahkan selalu membuat kehebohan, karena selain korupsinya dinilai mencapai ratusan miliar, ia bahkan disangkakan menyuap kalapas tempat dirinya "menginap" di Lapas Sukamiskin, Bandung karena kerapkali keluar-masuk lapas dengan begitu santainya

. Entah siapa lagi figur berpeci tapi korupsi, namun yang pasti ini bukan unsur kesengajaan media untuk membangun image seolah-olah mereka yang berpeci-lah yang korupsi, tidak. Peci tetap menjadi identias nasional dan keagamaan yang tetap dijunjung tinggi bahkan dihormati karena memang selalu berada di atas kepala dan tak pernah menjadi alas kaki.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun