Mohon tunggu...
Syahirul Alim
Syahirul Alim Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Lepas, Penceramah, dan Akademisi

Penulis lepas, Pemerhati Masalah Sosial-Politik-Agama, Tinggal di Tangerang Selatan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ilmu, Amal, dan Ulama

10 Desember 2018   14:02 Diperbarui: 10 Desember 2018   14:08 495
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Judul yang saya tuliskan diatas, sesungguhnya memiliki akar kata yang sama, yaitu "'a-li-ma" yang berasal dari bahasa Arab, berarti "mengetahui". Ilmu dan amal, umumnya memiliki konsekuensi atas  aktualisasi diri kemanusiaan, karena ketika seseorang telah memiliki kecakapan ilmu atau pengetahuan, maka proses aktualisasinya adalah amal atau pekerjaan. 

Ilmu sebagai proses "menjadi" (to being) ketika terus diaktualisasikan dalam kehidupan sehari-hari, maka ia akan menjadi seorang "'aalim" (berpengetahuan) yang ketika berkonotasi jamak, disebut "ulama" atau orang-orang yang berilmu dan sekaligus mengamalkan ilmu pengetahuan yang diperolehnya.

Ilmu tentu harus diamalkan dimana pengamalannya harus linier dengan peningkatan peradaban manusia. Dengan demikian, setiap pengetahuan yang dimiliki manusia harus bermanfaat bagi diri dan sesamanya. 

Oleh karena itu, sosok ulama dalam konteks bahasa agama merupakan orang yang benar-benar menyerap keilmuan dan ditujukan untuk sebesar-besar kemanfaatan umat yang hampir tak ada tujuan merusak, menghancurkan, terlebih menyengsarakan orang lain. Ilmu dan amal, merupakan dua komponen mutakhir yang dianugerahkan Tuhan kepada manusia, bahkan sejak manusia pertama menginjakkan kaki di muka bumi ini.

Ilmu, amal, dan ulama seakan memiliki keterkaitan erat yang tak mungkin terpisahkan. Kata yang disebut pertama dan ketiga bahkan berasal dari satu suku kata, sedangkan yang disebutkan kedua merupakan manifestasi nyata dari ilmu dan keulamaan seseorang. Setiap amal atau perbuatan yang tak didasari ilmu pengetahuan, tentu saja ditolak bahkan mungkin tak akan membudaya menjadi entitas kultural yang beradab. 

Manusia membuat pesawat terbang karena tahu ilmunya, membuat hal apapun pasti tahu ilmunya, termasuk ketika seseorang disebut sebagai ulama, berarti dirinya memahami bagaimana ilmu agama dengan segudang nilai-nilai moral itu diaplikasikan dalam kehidupan dirinya dan tentu saja memberikan dampak manfaat kepada lingkungannya.

Jika boleh dianalogikan, ilmu itu seperti air yang mengalir memberi kehidupan kepada umat manusia bahkan air mungkin satu-satunya entitas terpenting dalam seluruh aspek kehidupan.

 Air itu pasti menghidupkan setiap tumbuh-tumbuhan yang kemudian sangat bermanfaat bagi manusia. Ilmu yang mengalir itu akan terus menumbuhkan peradaban kemanusiaan bahkan tetap memperkokoh dan menjaganya. 

Buah dari ilmu adalah amal atau pekerjaan yang sangat bermanfaat dan dimanfaatkan dalam segala kehidupan. Ulama tentu saja mereka yang menjaganya, agar senantiasa ilmu itu diamalkan untuk seluruh kebaikan kehidupan manusia. 

Maka sangat tidak mungkin, ilmu yang tumbuh selaras dengan amal, lalu terkotori oleh peran ulamanya sendiri karena hal itu jelas pengingkaran atas nilai-nilai ilmu yang bermanfaat dan menghidupkan.

Salah satu ulama kemanamaan, Imam Malik bin Anas RA pernah berkata, "Siapa yang beramal dengan ilmu yang dimilikinya, maka Allah akan mewariskan ilmu yang sebelumnya tak pernah dirinya ketahui". Kemanfaatan suatu ilmu bahkan seringkali melampaui batas-batasnya sendiri dalam hal kebaikan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun