Mohon tunggu...
Syahirul Alim
Syahirul Alim Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Lepas, Penceramah, dan Akademisi

Penulis lepas, Pemerhati Masalah Sosial-Politik-Agama, Tinggal di Tangerang Selatan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Perbedaan Pendapat Wajar, Persekusi Jelas Kurang Ajar!

16 Oktober 2018   10:46 Diperbarui: 16 Oktober 2018   11:03 302
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Fenomena persekusi yang terjadi akibat perbedaan pendapat sudah sangat diluar batas kewajaran. Entah apakah ini terkait dengan suasana politik yang semakin hari semakin memanas, ataukah memang didasari oleh oknum-oknum yang sulit menerima keragaman akibat cara pandang keyakinan yang sedemikian kaku dan ketat. 

Tak bisa dipungkiri, banyak hal yang terlibat dalam membentuk cara pandang seseorang sedemikian ketat, baik itu akibat situasi politik yang kurang kondusif dan penyebaran informasi yang sedemikian masif di media sosial. 

Belum lagi ditambah rentetan kejadian bencana alam yang terus menerus "dipolitisir" oleh kenyataan teologis yang menempatkan bencana sebagai azab Tuhan akibat penyimpangan perbuatan manusia.

Saya kira, kasus persekusi sekelompok orang atas tradisi Sedekah Laut di Pantai Baru, Bantul paling tidak dapat mewakili cara pandang yang kaku atas keberagaman, sehingga menganggap keberadaan tradisi ini bukan sekadar perbedaan pendapat tetapi perbuatan sesat yang akan menimbulkan murka Tuhan. 

Padahal, tradisi merupakan kekayaan budaya yang telah dilakukan turun temurun, tak ada kaitannya dengan fenomena alam apapun, apalagi dikaitkan bencana. Bahkan, bagi mereka yang terbiasa dengan beragam tradisi, justru ini merupakan fenomena "kebersatuan" atau menciptakan  "keseimbangan" alam dimana manusia sebagai bagian dari alam raya, "berbuat baik" kepada alam sekitarnya.

Suatu tradisi atau budaya, tentu saja erat kaitannya dengan kebaikan alam dimana dalam pandangan tradisional, alam perlu dipelihara atau "diruwat" secara adat, bukan sekadar dimanfaatkan lalu menjadi rusak. Kebiasaan atau tradisi tidak identik dengan kemusyrikan yang selama ini selalu dipertentangkan dengan keyakinan agama. 

Sangat berlebihan, ketika tradisi dipersalahkan bahkan dianggap menyimpang dari agama. Bukankah agama juga merupakan tradisi yang diwarisi secara turun temurun? Lihatlah banyak ritual agama yang tanpa reserve justru diikuti secara turun-temurun oleh sekian banyak pemeluknya dan tak pernah ada persoalan sama sekali didalamnya.

Agama bahkan senantiasa mengajarkan kesantunan dalam berbagai relasi sosial, terbuka dan toleransi dalam setiap perbedaan pendapat. Itulah kenapa, pokok ajaran agama yang paling fundamental adalah nasehat (addiinu nasihah). 

Sebuah nasehat tentu saja menjauhi unsur emosional, kesewenang-wenangan, ke-aku-an diri sendiri dan lebih menonjolkan sisi kebersamaan, toleransi, prilaku terpuji yang dalam banyak hal menciptakan kebaikan dan kemanfaatan antarindividu dan kelompok. 

Agama bahkan mengecam setiap perlakuan tidak baik, terlebih memerkusi pihak lain yang berbeda pandangan, karena dalam agama tak ada paksaan mengingat keyakinan setiap orang berbeda-beda.

Fenomena persekusi yang marak terjadi belakangan, justru mengaburkan makna agama sebagai nasehat itu sendiri. Memang, kebanyakan dari realitas persekusi dalam masyarakat terkait erat dengan keyakinan atau agama yang jelas terkontaminasi oleh suasana politik. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun