Mohon tunggu...
Syahirul Alim
Syahirul Alim Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Lepas, Penceramah, dan Akademisi

Penulis lepas, Pemerhati Masalah Sosial-Politik-Agama, Tinggal di Tangerang Selatan

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Akhirnya, Nasib Ribuan Honorer Gigit Jari!

26 September 2018   09:18 Diperbarui: 26 September 2018   14:34 2066
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi tenaga honorer | Sumber: makassar.tribunnews.com

Pembukaan pendaftaran CPNS yang dibuka hari ini oleh pemerintah, sekaligus membungkam kerinduan ribuan honorer untuk diangkat menjadi PNS. Slogan "kerja, kerja, kerja" seakan linier dengan rekrutmen puluhan ribu tenaga fresh graduate yang berebut kursi empuk di berbagai lembaga pemerintahan.

Bagaimana tidak, mempekerjakan mereka yang masih fresh, baru lulus, dan baru mengenal dunia kerja akan lebih mudah dilecut tanpa mengeluh dan bahkan berlomba-lomba meniti jabatan tertinggi tak peduli rekan-rekan mereka yang menanti harus gigit jari. 

Ibarat perusahaan besar yang "membuang" para pekerja seniornya secara perlahan karena sudah tak lagi produktif, merekrut tenaga muda yang fresh jelas merupakan pilihan menguntungkan dan murah dari sisi ongkos produksi.

Entah apa alasan pemerintah menjanjikan berbagai hal kepada para honorer, termasuk kategorisasi tenaga honorer yang berubah-ubah.

Ada istilah K2, PTT (Pegawai Tidak Tetap), Honorer, atau PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kontrak) seakan terus dipekerjakan dengan harapan yang panjang mendapatkan titel "PNS".

Kawan-kawan saya yang menjadi guru non-PNS atau honorer di KUA, bahkan Penyuluh Honorer dibawah lingkungan Kementrian Agama senantiasa bertanya dan tak jarang mengeluh, kapan mereka diangkat menjadi PNS.

Pengabdian mereka kepada negara dengan membantu banyak pekerjaan para PNS lainnya yang terkadang "kurang cakap" sudah lebih dari belasan tahun, namun nasib mereka tetap saja honorer ditengah beberapa kali pergantian rezim.

Nasib para honorer rasanya sudah diujung tanduk, tinggal menunggu keteguhan hati mereka saja, mau lanjut dan pasrah menjadi honorer atau keluar mencari pekerjaan lain. Sebuah dilema kehidupan bangsa ini yang sungguh berat, ditengah lahan mata pencaharian yang tidak mudah.

Menjadi honorer di beberapa lembaga pemerintahan tertentu mungkin saja dihargai secara layak, walaupun ada yang bagi saya terkesan sangat tidak manusiawi.

Bagaimana tidak, honor yang mereka terima perbulan hanya Rp 300.000 saya rasa tak dapat mencukupi apa-apa terlebih harus dibebani dengan biaya hidup lainnya, seperti anak, istri, bahkan cicilan rumah atau bayar sewa kontrakan.

Tragis memang, jika melihat wajah para honorer yang berkeluh kesah, murung, sedih, bahkan tak jarang mereka tumpahkan asanya di jalanan. Puluhan tahun mengabdi hanya gigit jari, mendapatkan gaji yang jauh dari angka sejahtera, bertolak belakang dengan estimasi turunnya angka kemiskinan versi pemerintah yang belakangan dibela habis-habisan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun