Mohon tunggu...
Syahirul Alim
Syahirul Alim Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Lepas, Penceramah, dan Akademisi

Penulis lepas, Pemerhati Masalah Sosial-Politik-Agama, Tinggal di Tangerang Selatan

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Pelayanan Peningkatan Haji Harus Sampai Tanah Suci

28 Mei 2018   14:11 Diperbarui: 28 Mei 2018   14:49 531
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jika dibandingkan dengan ibadah haji tahun lalu, tahun 2018 ini merupakan keistimewaan bagi para calon jamaah haji Indonesia. Selain diuntungkan oleh ketetapan kuota tambahan hadiah dari Raja Salman sebanyak 10 ribu orang---sehingga mengurai antrian lebih cepat---seluruh persiapan ibadah haji tampak mengalami peningkatan dan perbaikan. 

Belum lama ini, pemerintah Republik Indonesia---melalui Kemenag---bertemu dengan Delegesai Kerajaan Arab Saudi dan menyepakati soal perekaman sidik jari dan data biometrik para jamaah haji dapat dilakukan Tanah Air, di masing-masing embarkasi, tak perlu harus mengantri berjam-jam di bandara Jeddah atau Madinah. Lagi-lagi ini juga hadiah yang diberikan Kerajaan Arab Saudi bagi Indonesia, mengingat jamaah haji Indonesia dinilai paling ramah selama menjadi Tamu Allah.

Jumlah jamaah haji tahun 2018 memang mengalami peningkatan, walaupun tak signifikan. Sebagaimana diungkap pihak Kemenag, total jamaah haji Indonesia pada tahun 2018 berjumlah 225.100 orang, mengalami peningkatan sekitar 4.000 orang dibanding tahun 2017 yang hanya 221.000 orang. Rincian jamaah haji 2018 adalah untuk jamaah reguler berjumlah 204.000, haji khusus 17.000, dan kuota petugas berjumlah 4.100. Saya kira, untuk meningkatkan perbaikan layanan jamaah---termasuk mengurangi antrian---mungkin saja memangkas jumlah jamaah haji khusus, sehingga dengan leluasa pemerintah mengurai antrian yang menjadi keluhan banyak pihak.

Banyak hal yang dilihat sebagai bagian dari peningkatan layanan ibadah haji tahun ini, selain keuntungan akibat kebijakan Kerajaan Arab Saudi bagi Indonesia. Proses dalam pelunasan dan pemeriksaan kesehatan (istithoah) bagi para jamaah haji tampak lebih mudah. 

Hampir tak ada keluhan sulit dari jamaah, kecuali karena kekurangan persyaratan akibat minimnya informasi. Keterlambatan penandatanganan kepres BPIH oleh Presiden Joko Widodo, memang telah menggeser seluruh jadwal yang telah ada, termasuk jadwal keberangkatan gelombang pertama yang kemungkinan diundur. Namun demikian, seluruh proses terkait dengan pelayanan jamaah haji 2018 terlihat mengalami peningkatan.

Namun yang pasti, pemerintah tentu saja harus dapat mempertahankan kelaikan layanan jamaah haji ini hingga sampai nanti di Tanah Suci. Pemerintah memang memastikan, bahwa dalam hal logistik, jatah makan jamaah haji ditambah lebih banyak dibanding tahun sebelumnya. Klaim pemerintah akan memberikan jatah makan sebanyak 40 kali di Mekah tampaknya menjadi kabar gembira tersendiri bagi jamaah haji tahun ini. 

Bukan apa-apa, jamaah haji kategori "mandiri"---non KBIH---dalam banyak hal memang harus mandiri, termasuk dalam persoalan makan. Penambahan jatah makan 15 kali selama di Mekah jelas menjadi keuntungan tersendiri bagi mereka.

Menarik juga soal klaim pemerintah dimana lokasi tempat tinggal para jamaah haji selama di Madinah seluruhnya "dikunci" di wilayah Markaziyah. Hal ini tentu saja merupakan terobosan baru pada penyelenggaraan haji tahun ini, dimana hampir seluruh penginapan sekitar Masjid Nabawi---dalam radius 650 meter---sudah di-booking terlebih dahulu oleh pemerintah. kita patut mengapresiasi sebagai bagian dari peningkatan layanan yang memberikan keleluasaan dan kemudahan jamaah haji untuk lebih dekat melakukan ibadah, terutama dalam meraih ibadah arba'in yang khusus dilakukan di Masjid Nabawi, Madinah.

Walaupun demikian, pemerintah belum menginformasikan bagaimana kondisi penginapan jamaah selama di Mekah, apakah juga sama bahwa pada radius 650 meter titik terjauh dari Masjidil Haram ataukah lebih jauh lagi. 

Pengalaman beberapa orang yang berhaji tahun lalu, ada yang jarak penginapannya dengan Masjidil Haram mencapai 3 km, sebuah jarak yang cukup jauh jika ditempuh dengan berjalan kaki. Semoga saja di tahun 2018 inipun, pemerintah sudah lebih dulu mem-booking seluruh penginapan dengan radius lebih dekat dengan wilayah Masjidil Haram.

Saya kira, dekatnya penginapan dengan lokasi masjid justru merupakan nilai tersendiri bagi setiap jamaah haji, dimana tujuan terutama haji adalah berziarah ke masjid-masjid, termasuk dua masjid utama, Masjidil Haram dan Nabawi. Jika masih ada jamaah haji yang kesulitan mengakses masjid dan terus terjadi di setiap tahunnya, berarti pemerintah masih "gagal" meningkatkan pelayanan ibadah haji, walaupun dari banyak sisi lainnya tampak mengalami peningkatan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun