Mohon tunggu...
Syahirul Alim
Syahirul Alim Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Lepas, Penceramah, dan Akademisi

Penulis lepas, Pemerhati Masalah Sosial-Politik-Agama, Tinggal di Tangerang Selatan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Siti Menjemput Takdir

2 Maret 2018   15:59 Diperbarui: 3 Maret 2018   19:52 716
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: pixabay.com

Walaupun Siti nampaknya bergeming, seakan menyalahkan dirinya sendiri yang terlalu cepat memvonis segala macam sisi kehidupannya. "Bapak, lebih mengenal kamu daripada dia, pasti Bapak bertanya-tanya, kenapa bisa berubah seperti ini", tulisnya pada sebuah pesan singkat untuk Paidi. Bagi Paidi, itu wajar saja, karena orang tua Siti lebih dulu mengenalnya dibanding jodohnya yang masih kinyis-kinyis sekarang ini.  

Masa 9 tahun bagi Paidi memang bukan waktu sebentar, itu rentan waktu yang cukup matang bagi seorang anak yang sudah mulai mengenal mana yang baik dan mana yang buruk. Walaupun terlepas dari semua itu, manusia tetaplah berencana, Tuhan-lah yang pada akhirnya sang Pemilik Kedaulatan alam raya yang akan memutuskan secara lebih adil, apa yang semestinya dijalani manusia. Banyak yang menganggap, kadang sesuatu itu menurut kita baik, tetapi buruk dalam anggapan Tuhan. 

Pun sebaliknya, apa yang sebenarnya telah dianggap baik oleh Tuhan, maka oleh diri kita sendiri dianggap sesuatu yang buruk. Manusia harus dapat mengharmonikan antara sisi hidupnya pribadi dengan kehendak Tuhan, karena jika selaras dan sesuai, disinilah tanpa disadari muncul keberkahan dalam hidup, yang tidak saja ditandai oleh semakin baik dan bahagianya hidup kita, tetapi berpengaruh pada lingkungan dan pihak sekitar.

Paidi menyadari, banyak juga kecacatan dan kekurangannya selama dirinya dekat dan berteman akrab dengan Siti, bahkan tak jarang kejadian buruk menimpa keduanya. Hanya gara-gara salah paham, atau persoalan sepele, seluruh temannya bahkan orang lain bisa ikut-ikutan tersangkut masalah! Sahabat Siti yang bernama Mudin, hampir tiap hari menjadi sasaran empuk ocehannya, hanya gara-gara dirinya bermasalah dengan Paidi. 

Sekarang, Siti nampaknya sudah berusaha untuk mengubur seluruh asanya dengan Paidi, walaupun terkesan masih sangat terseok-seok menapakinya dan terbata-bata menjalaninya. Tante Iwat yang selalu menasehatinya, selalu memberinya semangat, "Namanya jodoh, ya gak kemana. Meskipun sudah kenal dan deket tahun-tahunan, kalau belum jodoh ya gak bakalan," selorohnya dengan logat Betwai yang cukup kental.

Pernikahannya tinggal menghitung hari, walaupun dianggap oleh Siti serasa mimpi. Paidi tampak tidak demikian, ia tampak bahagia dan selalu menenangkan, bahwa ini adalah takdir yang baik dari Tuhan. Meskipun dalam hati Paidi bergumam, sulit rasanya jika harus hadir di acara pernikahannya nanti, karena khawatir akan terjadi sesuatu pada Siti dan keluarga yang mengenalnya. 

Dalam diamnya, Paidi telah mempersiapkan sebait kata-kata, "Selamat ya, semoga ini menjadi akhir dari perjalanan menjomblomu dan kau dihalalkan Tuhan bersatu dalam ikatan-Nya, menjemput takdir-Nya dan selalu berharap rido-Nya. Kalaupun ini adalah kalimat terakhir, bukan berarti aku lupa telah mengenalmu, aku hanya ingin kebahagiaanmu tak diganggu dan cukup bahwa kita pernah saling mengenal, secara baik...akupun memohon maaf, karena aku pasti banyak salah" (Pahlevi Mursidi).   

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun