Mohon tunggu...
Syahirul Alim
Syahirul Alim Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Lepas, Penceramah, dan Akademisi

Penulis lepas, Pemerhati Masalah Sosial-Politik-Agama, Tinggal di Tangerang Selatan

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Media di Antara Objektivitas dan Subjektivitas

10 Februari 2017   11:14 Diperbarui: 10 Februari 2017   14:56 1756
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. Gettyimages

Kehadiran sebuah media di belahan bumi manapun, baik cetak, elektronik, maupun internet telah banyak memberikan pengaruh sedikit banyak terhadap opini dan prilaku masyarakat. Bahkan, di tengah era globalisasi seperti saat ini, keberadaan sebuah media justru semakin dibutuhkan sebagai sarana layanan informasi kepada masyarakat. 

Sebuah media bahkan seringkali menjadi peluang bisnis karena segmentasi masyarakat yang semakin lebar berdasarkan pemisahan division of labour yang dialamatkan kepada tipologi masyarakat modern. Setiap kepentingan yang ingin disuarakan oleh sekelompok masyarakat, maka media dan masyarakat bisa berkolaborasi untuk menyampaikan berbagai pesan kepentingan mereka kepada masyarakat luas.

Dari sinilah kemudian kita dapat membedakan, ada media yang cakupannya global dan juga lokal. Pembagian cakupan (coverage) media ini untuk memberikan gambaran tentang pengaruh segmentasi masyarakat yang tidak sepi dari pembawaan ideologi masing-masing. Oleh karena itu, keberadaan media massa sebagai bagian dalam masyarakat sejatinya tidak pernah benar-benar netral dan nirideologi. 

Karena bagaimanapun, perkembangan media massa sejauh ini sangat ditentukan oleh sejauh mana pertarungan ideologi yang sedang berkembang dalam sebuah masyarakat. Hal ini menjadikan media sebagai ruang paling efektif dalam mengkomunikasikan berbagai hal kepada masyarakat, baik sosial, politik, ekonomi, budaya atau informasi apapun dengan tumpangan ideologi tertentu yang dianut.

Dalam konteks politik misalnya, media juga seringkali dipergunakan sebagai jalur utama dalam mengkomunikasikan program kerja, pesan politik, atau pembentukan image politik partai atau seseorang. Bahkan, saking hebatnya cara kerja media, ia seringkali dimanfaatkan oleh sekelompok orang untuk hal-hal yang tidak patut, seperti “pembunuhan karakter” misalnya. 

Media yang memiliki cakupan luas ini bisa berupa koran, majalah, TV, radio, medsos, internet dimana masing-masing mempunyai jangkaun luas dalam mengantarkan berita dan informasi yang memberikan kemudahan  akses kepada publik. Saking mudahnya kita mendapatkan akses informasi dari beragam media massa, sehingga tanpa sadar masyarakatpun diarahkan dan dibentuk opininya oleh kekuatan media. Dari sinilah saya kira, bahwa media apapun sejujurnya tidak pernah lepas dari latar belakang ideologi yang memang dianut oleh para pemilik media tersebut.

Keberadaan media global-pun yang sepertinya mereka memberikan informasi kepada publik dinilai lebih objektif, namun pada kenyataannya, mereka tetap berlindung dibalik ideologi tertentu. Komitmen media global terhadap nilai objektivitas yang mereka suguhkan dalam bentuk informasi dengan senantiasa mengedepankan komitmen mereka terhadap hak-hak asasi manusia, pada dasarnya juga tak bisa dilepaskan mengenai siapa dan ideologi apa yang dianut oleh para pengasuh media global tersebut. 

Betapapun media massa berkomitmen untuk selalu objektif dalam memberikan informasi kepada publik, namun tetap sulit menilai sejauh mana objektivitas sebuah media karena bayang-bayang subjektivitas para pengasuh media tersebut pada akhirnya tetap berpengaruh terhadap seluruh konten informasi yang mereka sampaikan ke publik.

Adapun media-media lokal, publik tentu akan lebih mudah menilai kemana corong ideologi dari masing-masing media tersebut diarahkan. Masyarakat pasti akan jauh lebih bijak dalam hal mengkritisi media lokal, terlebih tingkat literasi media saat ini sudah lebih baik karena dukungan sistem politik yang saat ini dijalankan. Apalagi perkembangan media di Indonesia saat ini justru sangat cepat mengingat perizinan penerbitan media tidak serumit ketika masa rezim Orde Baru. 

Belum lagi model media-media online yang tumbuh bak jamur di musim hujan yang dengan begitu mudahnya menyampaikan beragam informasi kepada masyarakat. Diakui ataupun tidak, terdapat sisi positif dan negatif terhadap menjamurnya media massa saat ini. Sisi positifnya adalah masyarakat lebih mudah mengakses beragam informasi dengan berbagai macam cara, iklim demokratisasi berkembang melalui kebebasan berpendapat dan tentunya semakin mengukuhkan era keterbukaan informasi publik. Sisi negatifnya, kemunculan media massa yang sulit terkendali justru akan semakin menambah semrawut dipandang dari sisi bisnis informasi, belum lagi media-media yang cenderung menyuguhkan informasi hoax kepada publik.

Hiruk pikuk keberadaan media, baik lokal maupun global, saat ini telah membawa implikasinya tersendiri dalam dunia politik. Keterbukaan dan kebebasan berpendapat justru menjadi tren dalam masyarakat gobal belakangan ini. Kecenderungan politik dalam sebuah masyarakat, misalnya, dapat saja diangkat menjadi isu nasional maupun isu global oleh banyak media. Bahkan, kontrol sosial yang diberikan oleh media global maupun lokal dapat memberikan tekanan tersendiri kepada pihak-pihak yang terlibat dalam proses-proses politik agar dapat bersaing secara fair dan sehat. 

Saya kira, isu Ahok sebagai cagub DKI Jakarta yang terlilit banyak masalah dalam wilayah lokal, telah menjadi tren berita politik yang juga diangkat menjadi isu politik global di media internasional. Bahkan, tidak menutup kemungkinan, isu mengenai kepemimpinan politik muslim-nonmuslim juga sudah menjadi isu global meskipun pada awalnya hanya merupakan isu politik lokal.

Asumsi saya, walaupun memang pada kenyataannya media tak mungkin bisa lepas dari bayangan ideologi tertentu yang memang berada dibalik kepala para pengasuhnya, namun tetap ia merupakan produk jurnalistik yang patut dihargai. Tidak kemudian juga kita secara naif dan picik menganggap bahwa apapun yang mereka katakan salah dan kita patut mencurigai mereka sebagai orang-orang yang sedang bermusuhan dengan ideologi lainnya. 

Sebagai elemen masyarakat yang “melek media” yang diperlukan hanyalah kehati-hatian dan selalu melakukan check dan recheck terhadap segala informasi apapun yang kita terima. Perlu diingat, bahwa di balik objektivitas apapun selalu menyimpan subjektivitas, tidak ada sesuatu yang berkait dengan realitas sosial apalagi realitas politik yang benar-benar bebas nilai dan objektif. Kitalah sebagai gerbang terakhir penerima informasi yang harus lebih bijak menilai seobjektiv mungkin informasi yang kita baca atau kita lihat dari media.

Kuatnya pengaruh media terhadap prilaku masyarakat belakangan memunculkan “kegerahan” ditingkat elit masyarakat sehingga memicu terjadinya konflik horizontal antarkelompok masyarakat. Bagaimana tidak, perkembangan informasi hoax, fitnah, provokasi yang merajalela membuat pemerintah melakukan pengetatan terhadap media massa yang ada. 

Media mainstream yang selama ini hadir-pun tetap menjadi sasaran kebijakan pemerintah untuk dilakukan verifikasi, terutama menyangkut perihal perizinan termasuk kategori konten yang mereka suguhkan selama ini  sebagai bentuk informasi kepada masyarakat. Tak lebih dari belasan media saja yang disebut lolos verikasi pemerintah, sehingga keberadaan mereka sebagai “media legal” dapat dijadikan rujukan informasi berimbang oleh masyarakat. 

Begitu luar biasanya pengaruh suatu media, sampai-sampai Napoleon Bonaparte berujar, “lebih baik menghadapi ribuan senapan dibanding harus menghadapi satu pena wartawan”.   

Wallahu a'lam bisshawab

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun