Mohon tunggu...
Syahirul Alim
Syahirul Alim Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Lepas, Penceramah, dan Akademisi

Penulis lepas, Pemerhati Masalah Sosial-Politik-Agama, Tinggal di Tangerang Selatan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Islam dan Budaya Literasi

30 Oktober 2016   15:03 Diperbarui: 30 Oktober 2016   15:14 199
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Realitas masyarakat di Indonesia saat ini, walaupun disebut sebagai bangsa majemuk atau plural, seringkali malah bernuansa segmented atau fragmented. Bagaimana tidak, refleksi sebuah wilayah terkadang juga memperlihatkan dominasinya sendiri-sendiri, Bali dengan Hindunya, NTB dengan Muslimnya, NTT dengan Katoliknya dan bahkan seringkali mereka yang dominan dalam suatu tempat justru ingin melakukan claim of authority di wilayah mereka berada. 

Kondisi yang serba “terkotak” dan “terpilah” ini justru semakin berpeluang memicu gesekan-gesekan kepentingan tertentu yang bersifat primordial, sehingga peningkatan budaya literasi agar memperoleh kebenaran dalam sebuah informasi justru dibutuhkan. Realitas sosial yang terkotak-kotak seperti ini justru harus semakin disadarkan akan literasi dan tabayyun agar semua informasi yang diterima walaupun bernada provokatif tetapi dapat diterima sebagai dinamika pemikiran yang tentunya perlu dihargai. 

Namun, akan berbeda jika literasi tidak diiringin tabayyun, benturan-benturan kepentingan primordial justru akan cenderung meluas.

Saya kira, belakangan ini negeri kita rentan disulut isu SARA karena memang kondisi keberagaman kita yang sudah tidak lagi menghargai kemajemukan. Keberagamaan justru seringkali menjadi sangat sensitif karena keberagamaan juga sesungguhnya sudah terfragmentasi atau tersegmentasi kedalam banyak kelompok primordial yang bisa jadi saling bertentangan. Terkadang antarsatu agama-pun berbeda-beda dalam menyebarkan informasinya. Informasi bahkan bisa juga menjadi semacam claim of athority bagi kelompok keagamaan tertentu, sehingga membuat bingung kelompok lainnya yang memang seagama. 

Dengan demikian, penting kiranya kita terus membudayakan literasi dan selalu ber-tabayyun mencoba mencari sinyal-sinyal kebenaran seraya mengedepankan prinsip-prinsip keberagaman, objektivitas dan ekslusivitas sehingga pada akhirnya memberikan pemahaman yang utuh terhadap sebuah informasi apapun yang kita terima. Sehingga ketika membagikan informasi yang utuh dan penuh sinyal kebenaran ini akan diterima sebagai bagian dari dinamika pemikiran yang sewajarnya ada dalam sebuah masyarakat yang plural.   

Wallahu a'lam bisshawab

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun