Mohon tunggu...
Syahiduz Zaman
Syahiduz Zaman Mohon Tunggu... UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Penyuka permainan bahasa, logika dan berpikir lateral, seorang dosen dan peneliti, pemerhati masalah-masalah pendidikan, juga pengamat politik.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Gaji Rendah, Nganggur, PHK? Coba 5 Cara Bertahan ini!

8 Mei 2025   17:23 Diperbarui: 8 Mei 2025   17:23 138
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi inovasi buat pengangguran. (Images generated by Dall-E)

Setiap pagi, semakin banyak orang yang terbangun bukan untuk bersiap bekerja, tetapi untuk menghadapi kenyataan bahwa mereka belum juga memperoleh pekerjaan. Data Badan Pusat Statistik (BPS) per Februari 2025 mencatat bahwa jumlah pengangguran di Indonesia mencapai 7,28 juta orang, naik sebanyak 83 ribu dari tahun sebelumnya. Ini bukan sekadar statistik, tapi potret dari krisis yang dialami banyak rumah tangga di Indonesia.

Kondisi ini diperparah dengan gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) yang terus berlanjut. Sepanjang tahun 2024, sebanyak 77.965 pekerja di-PHK. Memasuki empat bulan pertama tahun 2025, sudah tercatat 24.036 pekerja kehilangan pekerjaan, atau setara sepertiga jumlah PHK sepanjang tahun sebelumnya. Kasus Sritex yang memecat lebih dari 11.000 karyawan karena pailit menjadi salah satu sorotan utama. Begitu pula gelombang efisiensi di dunia media, di mana Kompas TV dan sejumlah perusahaan pers lainnya merumahkan karyawannya.

Fenomena ini menunjukkan bahwa pengangguran tidak mengenal batas profesi atau latar belakang pendidikan. Mereka yang dulunya bekerja di pabrik, kantor, media, bahkan startup, kini sama-sama menghadapi ketidakpastian. Menyuruh orang "belajar skill baru" atau "coba dagang online" memang terdengar mudah, tapi realitasnya jauh lebih kompleks.

Faktanya, 60% lebih pengangguran berasal dari kelompok usia 15--34 tahun. Ini adalah usia produktif yang rentan frustrasi, karena merasa belum menemukan pijakan hidup. Namun, generasi ini juga memiliki kekuatan: literasi digital yang relatif tinggi, kreativitas tanpa batas, dan akses ke teknologi yang membuka peluang baru.

Lalu, bagaimana cara bertahan secara lebih kreatif dan berbasis kekinian?

Pertama, optimalkan potensi ekonomi digital yang inklusif. Selain menjadi konten kreator, banyak peluang seperti menjadi AI trainer di platform pelatihan mesin, moderator komunitas online, atau microtasker di marketplace data labeling. Platform seperti Toloka, Remotasks, dan Clickworker memungkinkan siapa saja menghasilkan uang dari rumah dengan koneksi internet dan keterampilan dasar.

Kedua, eksplorasi skill yang dibutuhkan di masa depan. Mulailah dengan belajar tentang prompt engineering, analitik data sederhana, automasi via tools seperti Zapier atau Notion AI, hingga pengembangan micro-SaaS (Software as a Service) yang bisa membantu UMKM digitalisasi proses bisnis mereka.

Ketiga, manfaatkan NFT, Web3, dan blockchain secara pragmatis. Bukan sebagai ajang spekulasi, tetapi sebagai cara menjual karya seni digital, membuka akses ke komunitas kreator global, atau bahkan menawarkan jasa berbasis kontrak pintar. Platform seperti OpenSea, Zora, atau Mirror.xyz adalah pintu ke ekonomi kreatif terdesentralisasi.

Keempat, wujudkan usaha mikro digital dengan model langganan. Banyak yang sukses memulai newsletter berbayar, podcast niche, hingga grup komunitas eksklusif di Discord atau Telegram yang menyediakan konten edukatif dan premium. Model ini tidak membutuhkan modal besar, hanya konsistensi dan keunikan.

Kelima, bentuk kolektif atau koperasi digital. Misalnya, komunitas pengangguran kreatif yang saling berbagi proyek freelance, peluang belajar, atau membentuk tim kerja untuk menangani proyek-proyek daring seperti desain grafis, penulisan konten, hingga voice-over.

Yang tak kalah penting, tetap rawat kesehatan mental dan fisik. Gunakan aplikasi pendamping psikologis gratis, ikut komunitas peer support di ruang digital, dan tetap bangun rutinitas produktif. Ketika pikiran sehat, kreativitas lebih mudah muncul.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun