Dunia startup sering kali dipandang sebagai lahan subur bagi inovasi dan pertumbuhan ekonomi.Â
Namun, di balik gemerlapnya valuasi miliaran dan suntikan dana dari investor, terdapat sisi gelap yang semakin sering terungkap: penipuan.Â
Kasus eFishery, Tanifund, dan Investree serta beberapa startup lainnya di Indonesia dan di banyak negara seperti Theranos di Amerika Serikat, Wirecard di Jerman, dan Luckin Coffee di Tiongkok menjadi cerminan bagaimana ambisi dapat bergeser menjadi keserakahan, mengorbankan kepercayaan investor dan merusak ekosistem bisnis secara keseluruhan.
Dalam ekosistem startup, tekanan untuk tumbuh dengan cepat sering kali menjadi alasan utama bagi para pendiri untuk mencari jalan pintas.Â
Mereka ingin menarik investor, mendapatkan pendanaan lebih besar, dan mencapai status "unicorn" secepat mungkin.Â
Sayangnya, hal ini mendorong praktik manipulasi keuangan, pemalsuan data, hingga penipuan investasi.Â
Beberapa startup terindikasi memalsukan jumlah pengguna, menggelembungkan pendapatan, atau menciptakan ilusi pertumbuhan untuk meningkatkan daya tarik mereka di mata investor, sementara para pemilik dan pencipta startup tersebut sering kali turut memainkan pencitraan untuk memperkuat kesan sukses dan inovatif, sering kali dengan membalut narasi mereka dalam isu-isu sosial seperti pengentasan kemiskinan, kelaparan, dan masalah kemanusiaan lainnya untuk menarik simpati publik dan investor.
Investor pun tak luput dari kesalahan.Â
Dalam banyak kasus, mereka terbuai oleh angka-angka yang tampak menjanjikan tanpa melakukan due diligence yang cukup mendalam.Â
Ketika valuasi startup naik drastis, banyak investor yang terdorong oleh euforia pasar tanpa mempertimbangkan fundamental bisnis perusahaan tersebut.Â