Dalam wawancara eksklusif dengan Najwa Shihab, Joko Widodo tampak berusaha membangun narasi bahwa dirinya telah selesai dengan politik. Namun, apakah benar demikian? Atau ini hanyalah bagian dari strategi politik yang lebih besar---skenario catur kekuasaan yang telah disusun matang-matang?
Salah satu bagian paling mencolok dari perbincangan ini adalah sikap Jokowi yang mencoba membangun citra netral, seolah dirinya tak lagi berperan dalam politik nasional. Namun, fakta bahwa berbagai pejabat tinggi masih mendatangi rumahnya menimbulkan pertanyaan serius: apakah ini benar-benar sekadar silaturahmi, atau justru pertanda bahwa Jokowi masih menarik benang dalam dinamika kekuasaan? Ia boleh saja mengelak dengan mengatakan bahwa ia tidak ingin "cawe-cawe," tetapi bukankah pergerakannya menunjukkan hal yang sebaliknya?
Yang lebih menarik adalah pernyataan Jokowi soal "partai politik super Tbk." Ini bukan sekadar pemikiran liar, melainkan indikasi bahwa Jokowi masih ingin mengontrol jalannya politik nasional, meskipun dari luar lingkaran pemerintahan. Ia memahami bahwa partai politik konvensional memiliki keterbatasan, dan dengan mencetuskan gagasan ini, ia tampaknya ingin membentuk kendaraan politik yang dapat dikontrol dengan lebih luwes, tanpa beban hierarki partai tradisional.
Isu "Adili Jokowi" yang muncul di berbagai kota juga ditanggapi dengan sikap yang terlalu santai. Ia menyebutnya sebagai bentuk ekspresi politik wajar pasca-Pilpres, tetapi bagaimana jika ini adalah akumulasi kekecewaan publik terhadap berbagai kebijakannya yang kontroversial? Jokowi bahkan mengisyaratkan bahwa ada operasi politik tertentu di balik gerakan tersebut, seolah ingin mengalihkan tuduhan dan menciptakan narasi bahwa dirinya adalah korban, bukan pelaku. Ini adalah manuver klasik politisi yang ingin tetap memegang kendali wacana.
Lalu, bagaimana dengan proyek IKN? Jokowi bersikeras bahwa ini adalah proyek jangka panjang yang tidak bisa dinilai dalam waktu singkat. Namun, mengapa ia begitu gigih mengawal proyek ini meskipun tak lagi menjabat? Apakah ada kepentingan ekonomi pribadi atau kelompok yang sedang dijaga? Pernyataannya yang terus menekankan bahwa proyek ini memiliki dasar hukum justru mengundang kecurigaan bahwa ia ingin memastikan kesinambungan proyek ini, bukan demi kepentingan rakyat, tetapi demi kepentingan tertentu yang belum terungkap sepenuhnya.
Kemudian, perannya terhadap pemerintahan Prabowo. Jokowi berusaha meyakinkan publik bahwa dirinya tidak memiliki keterlibatan lebih jauh, bahkan menyanjung approval rating Prabowo yang tinggi. Tetapi, seberapa kredibel angka itu? Apakah ini benar-benar refleksi dari kinerja Prabowo, atau sekadar bagian dari strategi untuk memastikan bahwa kekuasaan tetap berada dalam orbit yang dapat ia kendalikan?
Tak hanya itu, pernyataan "ojo kemajon" kepada Gibran juga menarik untuk dikritisi. Apakah ini benar-benar nasihat tulus seorang ayah kepada anaknya, ataukah pesan tersirat untuk tetap bermain aman dalam politik? Mengingat Gibran kini memiliki posisi strategis, Jokowi tentu tidak ingin anaknya melakukan kesalahan yang dapat merusak rencana jangka panjang keluarganya dalam kancah politik nasional.
Kesimpulannya, wawancara ini bukan sekadar percakapan ringan, tetapi sebuah upaya naratif untuk membentuk citra baru bagi Jokowi pasca-presidensi. Ia mungkin telah meninggalkan Istana, tetapi bayangannya masih sangat kuat dalam lanskap politik Indonesia. Dari kunjungan pejabat ke rumahnya, keterlibatannya dalam proyek IKN, hingga wacana partai politik super Tbk, semua ini bukanlah kebetulan. Jokowi bukanlah politisi yang mudah melepaskan kendali---ia hanya sedang memainkan peran baru dalam permainan kekuasaan yang lebih canggih dan terselubung.Â
Pertanyaannya, apakah publik akan terus termakan oleh citra kesederhanaan yang ia bangun, atau akhirnya mulai melihat bahwa ini semua adalah bagian dari grand strategy yang telah lama disiapkan?
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI