Sejarah politik Indonesia ibarat sinetron yang alurnya selalu berulang: ada kesetiaan, ada pengkhianatan, ada air mata, dan tentu saja ada adegan tokoh utama yang pura-pura amnesia demi kekuasaan. Kalau kita tilik sejarahnya, silsilah pengkhianatan politik di Indonesia itu panjang. Dari era Sukarno-Suharto, Habibie-Gusdur, Gusdur-Megawati, Megawati-SBY, SBY-Jokowi (penuh drama politik saja, sampai ada upaya kudeta di partai Demokrat), hingga Jokowi-Megawati. Sekarang, publik bertanya-tanya: Apakah Prabowo akan "mengkhianati" Jokowi setelah ia resmi duduk di kursi panas RI-1?
Mari kita kupas..., lap dulu kacamatamu, biar lebih bening.
Sejarah Pengkhianatan Presiden Indonesia
Sebelum membahas Prabowo, mari kita lihat bagaimana setiap presiden sebelumnya "mengkhianati" pendahulunya:
Suharto terhadap Sukarno (1965-1967)
Sukarno mengangkat Suharto sebagai Jenderal Angkatan Darat, tetapi setelah peristiwa G30S, Suharto mengambil alih kendali pemerintahan. Dengan Surat Perintah 11 Maret (Supersemar), Suharto perlahan melucuti kekuasaan Sukarno hingga akhirnya ia dilengserkan oleh MPRS. Dari pengikut setia, Suharto menjadi pemimpin baru dengan cara yang banyak disebut sebagai kudeta merangkak.Habibie terhadap Suharto (1998)
Habibie adalah orang kepercayaan Suharto selama bertahun-tahun, tetapi ketika gelombang reformasi terjadi pada 1998, ia tidak berusaha mempertahankan Suharto di kursinya. Setelah naik menjadi presiden, Habibie justru membuat reformasi besar, termasuk membiarkan Timor Timur lepas dari Indonesia, sesuatu yang bertentangan dengan kebijakan Suharto sebelumnya.Gus Dur terhadap Habibie (1999)
Gus Dur menjadi presiden melalui pemilu MPR yang dipengaruhi oleh kegagalan Habibie dalam mempertahankan dukungan politik. Dengan dukungan PDIP dan koalisi reformasi, Gus Dur naik menggantikan Habibie yang tersingkir tanpa perlawanan.Megawati terhadap Gus Dur (2001)
Gus Dur awalnya didukung Megawati dan PDIP, tetapi konflik internal pemerintahan dan upaya Gus Dur melawan oligarki politik membuatnya kehilangan dukungan. Megawati yang semula mendukung Gus Dur akhirnya mengambil alih kekuasaan setelah Sidang Istimewa MPR 2001 yang melengserkan Gus Dur.SBY terhadap Megawati (2004)
SBY adalah menteri di kabinet Megawati, tetapi ketika pemilu 2004 tiba, ia maju sebagai lawan Megawati dan menang. Ini membuat Megawati merasa dikhianati, karena SBY dianggap mendapat posisi strategis di pemerintahannya tetapi kemudian berbalik menjadi rival.Jokowi terhadap Megawati (2014-2024)
Jokowi adalah kader PDIP yang diusung Megawati, tetapi dalam perjalanannya, ia membangun basis kekuatannya sendiri di luar Megawati dan PDIP. Puncaknya terjadi pada Pilpres 2024, ketika Jokowi dianggap lebih mendukung Prabowo dibanding calon resmi PDIP, Ganjar Pranowo.
Jokowi, Sang Pemain Catur Politik yang Cerdik
Jokowi itu bukan sekadar petugas partai, melainkan petugas strategi. Dengan langkah-langkah politik yang lebih cepat dari bidak catur Magnus Carlsen, ia berhasil menempatkan dirinya sebagai kingmaker dalam Pilpres 2024. Alih-alih mendukung calon dari partainya sendiri, PDIP, ia justru mengarahkan angin kemenangan ke Prabowo. Alasan utamanya? Legacy dan suksesi politik.