Nomor urut yang diberikan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk calon presiden dan wakil presiden di Indonesia lebih dari sekadar simbol atau penanda, Kompas.com (14/11/2023).Â
Dalam konteks filosofis, angka-angka ini bisa dilihat sebagai manifestasi aspek yang lebih dalam: harapan, identitas, dan mungkin takdir.
Dalam Pemilihan Presiden Indonesia tahun 2024, angka-angka yang diundi untuk tiga pasangan calon memiliki makna lebih dari sekadar posisi mereka dalam daftar.Â
Secara filosofis, angka-angka ini dapat mencerminkan seluruh kampanye politik dan mungkin, dalam konteks yang lebih luas, nasib bangsa itu sendiri.
Pertama-tama, sangat penting untuk memahami bahwa angka dalam berbagai tradisi dan budaya sering kali memiliki simbolisme yang dalam.Â
Sebagai contoh, dalam bidang numerologi, angka diyakini memiliki kekuatan inheren yang mampu memengaruhi eksistensi manusia.Â
Meskipun pandangan ini mungkin terdengar mistis, ini mengingatkan kita bahwa angka dalam konteks politik seperti Pemilihan Presiden tidak hanya sebagai identifikasi praktis, tetapi juga dapat memengaruhi persepsi publik dan narasi kampanye.
Dari sudut pandang filsafat eksistensialisme, nomor urut dapat dilihat sebagai simbol eksistensi dan inti dari calon presiden dan wakil presiden. Jean-Paul Sartre, seorang filsuf eksistensialis, berpendapat bahwa eksistensi mendahului esensi, yang berarti bahwa keberadaan kita mendahului definisi diri kita sendiri.Â
Dalam konteks Pemilihan Presiden, angka-angka yang diundi oleh KPU dapat dianggap sebagai titik awal eksistensi politik calon, di mana mereka mulai mendefinisikan diri mereka dan kampanye mereka di mata publik.
Dalam filsafat politik, konsep nomor urut dapat dikaitkan dengan gagasan legitimasi dan kekuasaan. Max Weber, seorang teoris sosial terkemuka, mengklasifikasikan legitimasi kekuasaan menjadi tiga bentuk yang berbeda: tradisional, karismatik, dan legal-rasional.Â