Mohon tunggu...
syafruddin muhtamar
syafruddin muhtamar Mohon Tunggu... Dosen - Esai dan Puisi

Menulis dan Mengajar

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Dentang Rindu + 2 Puisi

28 Oktober 2022   10:10 Diperbarui: 28 Oktober 2022   10:28 162
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

DENTANG RINDU

Gadis itu bernaung di pucuk-pucuk awan ketika aku melintas. Sekilas matanya meneduhi selembar kata. Rinduku menumpang di mobil-mobil bersileweran, menafasi kota hingga tak mati. Terkenang lagi, saat rambut itu di kaitkan di telinga dengan jemari halus. Di bawah sinar lampu merkuri jalan tak berujung, lelahku merangkul wajahnya dalam kembara yang tak tentu, mencari gemulai tariannya.

Ketika malam bulan terapung-apung di kolam taman kota. Dan patung itu menceritakan seribu sejarah tanpa kata-kata. Lonceng malam berdentang, terdengar iba, tiba di jiwa disambut salak anjing. Lolongannya di kejauhan seperti ditelan gelap dan tetes embun dari pucuk hati: adalah darah rinduku yang tak berkesudahan.

YANG MELINTASI SENJA

Melintasi bening air dengan berkendara angin, segala jadi tiada, tetapi kebingunganku ada. Senja itu, lukisan-Mu tak dapat aku jelmakan dalam arti dan makna. Diriku angin yang menggelantung di takdir-Mu. Senja itu, pesona-Mu bertebaran di langit: dalam ketiadaan hadirkan adaku. Dari akar bumi hingga pucuk cakrawala aku mohonkan ampun atas kebingungan ini. Senja itu, semesta melagu  bisu pada jagatmu yang genap bahasa.

PUISI DARI BERITA PAGI

Pagi, cericit burung memusnah malam. Tinggal bulan di langit pucat memendam duka malamku. Awan putih berarak menuju ke barat meninggalkan gumpalan awan, yang berbau mayat di ufuk timur, dari asap tumpukan  manusia-manusia kalah terbakar, di penjuru tradisi. Seekor kucing hitam menjilat lukanya menepi di sudut sepi.

Pagi, teknologi meringkik lagi seperti suara rock 'n roll di caf-caf Amerika. Manusia-manusia boneka tertidur manja, sebab mobil-mobil telah berjalan tanpa sopir; pintu rumah tertutup dan terbuka sendir; televisi nyala dan mati sendiri. Pekerjaan manusia selesai di tempat tidur. Teknologi telah menjadi dewa kemanjaan yang bijaksana.

#Sumber puisi: Syafruddin (shaff) Muhtamar, Sujud, Kumpulan Puisi, Penerbit Pustaka Regleksi, 2007.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun