Mohon tunggu...
Syafri Salampessy
Syafri Salampessy Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya adalah seorang mahasiswa Jurusan Ilmu Hubungan Internasional, Universitas Teknologi Yogyakarta. Memiliki minat yang besar dalam dunia sosial, khususnya berfokus pada isu anak dan pemberdayaan masyarakat.

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Percaya Diri Memegang Presidensi G20, Realistiskah Indonesia?

15 Januari 2022   22:16 Diperbarui: 19 Januari 2022   05:03 1417
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Presiden Joko Widodo menerima Presidensi KTT G20 dari Perdana Menteri Italia Mario Draghi (ANTARA FOTO/LAILY RACHEV via KOMPAS.com)

Mearsheimer dalam karyanya yang bertajuk The False Promise of International Institutions (1995), menyadarkan kita bahwa kerjasama multilateral dalam organisasi adalah upaya untuk mencapai keuntungan relatif atas negara-negara lain yang terlibat. 

Mearsheimer juga memberikan empat asumsi dasar yang mampu mengukur ketidak optimalnya kerjasama dalam selimut organisasi internasional. 

Pertama, sistem internasional adalah anarki, tidak akan ada pemerintah yang berkuasa atas pemerintahan lainnya. Tidak ada otoritas tertinggi yang mampu menandingi negara, karena negara adalah aktor utama dan unit politik independen. 

Kedua, setiap negara di dunia memiliki militer dengan kapabilitas dan keunggulan masing-masing, yang mampu terdorong untuk bertindak secara ofensif. 

Ketiga, kecurigaan antar negara akan selalu ada dan tidak pernah hilang. Keempat, negara akan selalu mementingkan kepentingan nasionalnya, ikatan kedaulatannya, untuk terus berdiri kokoh dalam tatanan internasional. Sehingga dari asumsi Mearsheimer, dapat dipahami bahwa negara dalam kerangka OI tidak bertindak secara kompetitif, melainkan defensif untuk terus bertahan.

Meskipun demikian, negara akan selalu bersikap logis dan terus melakukan kerjasama untuk menghadirkan relative gains demi mengamankan jalan realisasi kepentingan nasionalnya.

Terkenal sebagai negara bersahabat yang selalu membuka kesempatan kerjasama dengan negara manapun. Melalui kesempatan presidensi G20, memperlihatkan bahwa Indonesia juga yakin dengan analogi manusia adalah harimau bagi manusia lainnya. 

Sebuah kesempatan istimewa untuk menentukan arah pembahasan G20, maka keseluruhan isu yang diangkat dijadikan jalan untuk mengamankan kepentingan nasional Indonesia. Adapun tiga topik prioritas yang akan dibahas dalam rangkaian G20 di tahun 2022 adalah (Bisnis.Com, 2020):

  • Tatanan kesehatan global: Menjadi upaya tanah air untuk memperkuat dan mentransformasi sistem serta arsitektur kesehatan global setelah pandemi. Topik ini, dapat membantu Indonesia dalam memudahkan jalur persebaran dan kerjasama vaksin antar negara di dunia, terutama memprioritaskan kebutuhan negara berkembang. Termasuk memfasilitasi kerjasama Indonesia yang sedang fokus dalam pengembangan lima produk vaksin dalam negeri yaitu Vaksin BUMN, ARCov, Vaksin Merah Putih, GX-19N, dan Zifivax (BPOM, 2021).
  • Transformasi berbasis digital: Sebagai langkah revolusi tatanan perekonomian global untuk mengembangkan nilai-nilai ekonomi berbasis teknologi informasi dan digitalisasi sektor perekonomian baru. Sehingga kesempatan ini, mampu mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia, terutama mengingat potensi nusantara adalah rumah bagi lebih dari 2.319 Start Up, 8 Unicorn, dan 1 Decacorn (Otoritas Jasa Keuangan, 2021).
  • Transisi energi: Usaha dalam memperluas akses tranformasi energi bersih dan terjangkau menuju energi yang berkelanjutan. Sebagaimana isu energi baru terbarukan merupakan salah satu prioritas pemerintah Indonesia. Maka langkah ini, mampu membuka ruang kerjasama dengan negara yang telah maju dari segi energi terbarukan (Badan Pengkajain Penerapan Teknologi, 2021).

Selain dari segi pembahasan prioritas yang digunakan dengan baik untuk proyeksi masa depan Indonesia dalam kerangka kerjasama global. 

Terdapat berbagai keuntungan lainnya yang mampu diperoleh Indonesia melalui presidensi G20: Indonesia mampu mendorong investasi dari negara-negara anggota pemilik surplus saving seperti Arab Saudi, Jepang, Jerman, Korea, Rusia dan Tiongkok melalui agenda-agenda bilateral; Memperluas pasar ekspor barang dan jasa Indonesia sebagai usaha diversifikasi pasar ke wilayah seperti Arab Saudi, Argentina, Brazil, Meksiko, Rusia dan Turki; Mendorong isu tata kelola sektor keuangan, mulai dari capital flow, cross-border payment, financial data exchange, financial inclusive, international tax, money laundering, dan lainnya. 

Sehingga dengan kesempatan-kesempatan tersebut, G20 menjadi salah satu langkah soft diplomacy yang bisa mengokohkan bargaining power Indonesia ke depan. (Liputan6, 2021).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun