Mohon tunggu...
syamsud dhuha
syamsud dhuha Mohon Tunggu... profesional -

Pemuda, pembelajar dan penulis biografi lepas

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ketika Anak Pegang Gawai, Dampingi dan Edukasi

16 Maret 2018   01:28 Diperbarui: 16 Maret 2018   02:07 535
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Peran Orang Tua Menentukan di era Digital (fres.co.id)

Anak-anak mustahil dijauhkan dengan dunia digital karena perkembangan dunia hampir semua aspek bersentuhan dengan teknologi. Nah memang teknologi bagai pedang bermata dua bisa membawa kemaslahatan sekaligus membawa keburukan tergantung pemakainya.

Dunia anak kembali menjadi viral usai anak usia sekitar 5 tahun leluasa melihat film porno melalui ponsel pintar atau gawai disamping orang dewasa yang diduga orang tua atau sanak familinya. Belum lama kita mendengar anak-anak melakukan peran dalam film pornografi, syukur pelaku otak pembuat film berhasil diringkus aparat. Lagi-lagi ini menjadi semacam pengingat dini (early warning) bagi semua orang tua. Bahwa hal itu juga akan terjadi pada anak siapapun dan kapanpun. Miris, sekali lagi miris ketika mendengar ada anak-anak melihat film porno via gawai karena kelalaian orang tua.

Tantangan orang tua zaman now begitu kompleks baik internal maupun eksternal. Ancaman penculikan anak masih hangat diberitakan, muncul ancaman film pornografi lewat gawai. Era tanpa batas seperti zaman sekarang orang tua dalam arti luas harus terus mendampingi anak untuk menghadapi segala tantangan tersebut.

Diberikan Edukasi

Orang tua sekarang dituntut ekstra hati-hati dan siap memberikan jawaban tentang aturan kepada anak-anak saat memegang gawai. Beberapa studi seperti dikutip dari www.theconversation.com usia ideal memberikan pelajaran tentang kurasi jejak di dunia digital adalah dua tahun sebelum lulus sekolah dasar. Dunia digital yang mudah dipegang anak-anak seyogyanya mendapatkan pendampingan orang tua. Tidak bisa dilepas.

Pembelajaran dunia digital sebangun dengan pembelajaran tentang seks. Pada anak milenial seks harus sedini mungkin diajarkan bukan justru dijadikan hal tabu. Karena jika masih dijadikan hal tabu, anak-anak mudah mendapatkan akses perihal seks. 

Jika pengertian yang didapat negatif maka akan berdampak negatif berbeda ketika seks dijelaskan sebagai hal positif tentu hasilnya positif. Pengertian seks secara luas mulai dari alat reproduksi, ketertarikan lawan jenis, usia baligh, daerah tubuh yang tidak boleh dipegang orang lain dll. 

Seluruh stakeholder harus aktif terlibat dalam memberikan pembelajaran seks terhadap anak-anak. Pemerintah melalui kementerian terkait membuat semacam buku pedoman dan buku saku. Instansi sekolah SD-SMA bisa menjadi sasaran sosialisasi.

Efek film pornografi di beberapa literatur kesehatan bahkan lebih merusak sel saraf otak dibanding narkoba. Belum lagi psikologi anak akan cepat dewasa dibanding usianya. 

Kalau dahulu, (penulis juga masih mengalami) ketertarikan pada lawan jenis terlihat saja senangnya sudah luar biasa karena akses tentang seks minim. Sekarang pemuda pemudi bahkan anak SD saja cium pipi lawan jenis sudah bukan hal tabu. Bagaimana generasi milenial, tentu tantangannya lebih kompleks, itu juga linear dengan beratnya tanggung jawab orang tua zaman now.

Penulis sendiri berhati-hati ketika memberikan gawai kepada anak. Ketika memberikan gawai berarti harus melakukan pendampingan, ketika tidak bisa mendampingi akses internet harus dimatikan. Kebetulan anak penulis dua cowok semua, selisih 17 bulan, yang pertama usia 4 tahun. Ketika diberikan gawai yang dipencet selalu youtube mencari film bergenre aksi (berkelahi). 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun