Mohon tunggu...
Syaahriill Siregar
Syaahriill Siregar Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa S1 Hubungan Internasional UNIDA Gontor

Mahasiswa S1 Hubungan Internasional UNIDA Gontor

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Sejarah Konflik Etnik Melayu Muslim di Thailand Selatan

29 September 2022   18:49 Diperbarui: 29 September 2022   18:59 313
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Setidaknya, ada dua jenis atau pemisahan institusi negara, yakni negara demokratis yang berada pada titik “pemerintahan yang baik” atau good governance dan negara otoriter yang berada pada titik “pemerintahan yang jelek” atau bad governance dan kemudian berkembang lagi dengan banyak varians yang memiliki sebutan nama yang berbeda-beda. 

Namun, pada dasarnya jika dikaji secara krusial, struktur pemerintahan dari jenis-jenis institusi negara tersebut tetap akan terbagi lagi menjadi dua yakni masalah antara “baik” dan “buruk” tadi.

Pemerintahan pada masa Chuan Leekpai menerapkan otonomi atau federalisme yang mana masyarakat lokal dapat menentukan pemerintahannya sendiri dengan minimum tekanan dari pemerintahan pusat. 

Dengan kata lain, di Masa tersebut Elit Lokal (Thailand Selatan) mampu menjalankan pemerintahannya dengan basis agama Islam dan penghormatan terhadap budaya Melayu.

Konflik muncul lagi pada tahun 2004 sebagai hasil kebijakan Thaksin Sinawatra yang menghapuskan SBPAC dan CPM-43, dan malah mendeklarasikan status Darurat Operasi Militer tahun 2005 di Thailand Selatan. 

Penghapusan kedua institusi tersebut dilatarbelakangi oleh kepentingan politik dari Thaksin beserta partainya yang mencoba mengganti dominasi Partai Demokrat dengan mendeklarasikan bahwa konflik di Thailand Selatan bukanlah masalah politis namun masalah kriminalitas dan keamanan.

Konsep yang digunakan untuk membahas konflik adalah dengan menggunakan “Collective Identity”, identitas kolektif adalah Identitas kolektif adalah perasaan “kekitaan” yang melekat pada aktor dan di konstruksikan oleh aktor lainnya. Identitas kolektif menjadi salah satu faktor penggerak munculnya gerakan sosial.

Resolusi Konflik yang ditawarkan adalah dengan menggunakan Konsep Collective Identity. Constitutive norms yang mana sebuah langkah bagi pemerintah dalam menyelesaikan permasalahan Thailand Selatan dengan cara saling memahami dan juga saling menghormati satu sama lain. 

Social purpose sebagai tujuan untuk menemukan titik tengah atau titik keinginan dari kedua belah pihak konflik untuk mencapai tujuannya.  Dan pentingnya bagi pemerintah dalam memahami konflik dengan memandang situasi konflik hingga mengeluarkan penyelesaian yang sesuai dengan kondisi konflik, termasuk cara yang diterima oleh semua pihak tak terkecuali.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun