Mohon tunggu...
Anton Saja
Anton Saja Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Ucapan Sering Berubah, Jokowi Inkonsisten, "Asbun," atau...

18 April 2017   10:29 Diperbarui: 18 April 2017   11:33 1844
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto: tempo.co

Keluhan Presiden Jokowi yang menyebutkan meski dia telah memayungi dan menyupiri Raja Salman, tapi investasi dari Raja Arab Saudi Tersebut di Indonesia jauh dari China. Keluhan Jokowi itu menjadi viral dan dikutip media internasional. Meski telah mengklarifikasi dan mengatakan kalau dirinya cuma berguyon, akan tetapi ucapan Jokowi secara tidak langsung memunculkan penilaian terhadap dirinya dan Indonesia. 

Jangan sampai nanti dikira Jokowi atau Indonesia hanya mengandalkan payung untuk menggaet investor. Seharusnya kan berbenah diri dan membuat iklim usaha di dalam negeri menjadi sehat dan menarik simpati para pemilik modal menanamkan investasinya. 

Sebelumnya, Jokowi juga telah meralat ucapan terkait antara pemisahan Agama dan Politik. Jika saat di Mandailing, Sumut, Jokowi menyebutkan harus dipisahkan betul, ucapan itu diralat beberapa hari kemudian dengan ucapan harus seiring sejalan.

Banyak yang tercenggang dengan ucapan Jokowi. Sebagai seorang Presiden, Jokowi seharusnya mampu memilih dan memilah kata yang akan diucapkan. Karena apapun yang dia ucapkan akan menjadi cerminan kebijakan dan akan menjadi pembahasan masyarakat. Kecuali Jokowi memang ingin memancing reaksi masyarakat dengan mengucapkan kata-kata tersebut, jika tidak membuat ribut maka akan dibiarkan atau dijalankan. Akan tetapi jika menuai kecaman maka diralat kembali.

Menjadi Presiden bukan untuk ajang coba-coba atau permainan, karena akan mempertaruhkan nasib ratusan juta jiwa rakyat Indonesia. Dibandingkan mengucapkan kata-kata tersebut, akan lebih bermanfaat jika Jokowi menyikapi persoalan yang tengah menjadi sorotan masyarakat belakangan ini. Yaitu tentang keadilan dalam penegakan hukum.

Masyarakat mulai menilai, apakah Jokowi itu tipe pemimpin yang inkonsisten, asal bunyi (Asbun), coba-coba, atau lainnya. Karena sebelum ini, Jokowi juga dinilai tidak konsisten antara yang dia ucapkan dengan apa yang dilaksanakan. Sebut saja, bagaimana dia mengatakan untuk penerapan E Goverment hanya membutuhkan waktu dua minggu, namun kenyataannya, sudah 2,5 tahun belum juga terlaksana. Lalu dia menyebutkan tidak bagi-bagi kursi menteri, kenyataannya saat ini banyak Menteri merupakan orang dari partai pendukungnya.

Lalu saat tahun 2012 dia menyebutkan tidak setuju dengan kenaikan BBM, saat dia menjabat sebagai Presiden malah dia menaikkan BBM walau minyak dunia turun. Lalu klaimnya sebagai orang yang dekat dengan rakyat, saat petani Kendeng melakukan aksi cor kaki, Jokowi malah tidak berbuat banyak.

Banyak bukti lain yang bisa diambil sebagai contoh bagaimana sikap Jokowi. Ini menjadi pelajaran bagi seluruh calon pemimpin Indonesia, jika tidak mampu atau tidak mempunyai kapasitas untuk mengemban amanah, lebih baik belajar lebih banyak lagi dan memberikan kepada pihak yang layak. Jangan memaksakan diri hanya karena bermodalkan pencitraan semata.

Jika ada yang mengatakan Jokowi itu Presiden yang cekatan, mungkin harus berfikir ulang kembali. Jika memang Jokowi itu cekatan, mungkin perpecahan di Negara kita saat ini tidak akan terjadi. Dia akan cepat mengambil tindakan disaat ada masyarakat yang merasa ketidak adilan meraja lela, dan hukum menjadi senjata penguasa. Diakui atau tidak, kejadian saat ini tidak terlepas dari tanggungjawab Jokowi sebagai Presiden.

Tidak mengejutkan pula jika masih banyak yang beranggapan kalau Jokowi merupakan presiden boneka, atau kebijakan Jokowi lebih banyak menguntungkan sekelompok orang. Hal itu tergambar dari hasil survei yang dilaksanakan Indo Barometer beberapa waktu yang lalu tentang persepsi masyarakat yang tidak puas kepada Jokowi. Namun dari hasil survei itu juga menunjukkan kalau secara keseluruhan tingkat kepuasan masyarakat terhadap Jokowi cukup tinggi.

Untung saja media mainstream saat ini lebih lemah lembut. Jika saja media galak seperti era SBY, mungkin Jokowi telah dikritik habis-habisan. Semoga saja apa yang terkesan dalam benak saya dan banyak orang tentang Presiden Jokowi itu salah, karena kita sama-sama ingin Indonesia maju.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun