Mohon tunggu...
Ganis Prahasti
Ganis Prahasti Mohon Tunggu... Penerjemah - Penerjemah Lepas

Seorang istri dari pria berkebangsaan Jepang dan saat ini tinggal di kota Saitama, Jepang.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Aku, Kamu, dan Cinta

2 Oktober 2022   10:22 Diperbarui: 2 Oktober 2022   10:24 315
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Pernah aku membaca satu unggahan di sebuah sosial media yang membagikan sebuah kutipan 'Tidak ada persahabatan antara laki-laki dan perempuan. Jika bukan kamu yang memiliki rasa, maka dia lah yang memendam perasaan tersebut'.
"Tahu apa mereka tentang rasa dan persahabatan? Mungkin sang pujangga yang menulis kutipan itu tidak pernah memiliki sahabat lawan jenis dalam hidupnya" kata-kata itu meluncur dari bibirku dengan penuh tawa.

Begitu pongah aku menertawakan kutipan tersebut dan mengejeknya sebagai sebuah lelucon belaka. Aku merasa memiliki kamu, seorang laki-laki yang sudah menjadi sahabatku nyaris setengah dari masa aku menjalani hidup ini. Kita menjalani tahun demi tahun dengan normal dan kita isi dengan berbagai hal yang tidak normal tapi mampu menghadirkan tawa dalam setiap hal yang kita lakukan bersama-sama.
Bukan berarti kami menjalani persahabatan tersebut tanpa rasa.Kami menjalaninya dengan rasa tanpa kami mengabaikan makna. Sejak awal kami sudah mengikrarkan janji tak tertulis bahwa cinta tidak diperkenankan untuk hadir. Tapi kami lupa satu hal, Sang Pemilik Hidup adalah Tuan untuk hati para hamba-Nya. Yang memiliki kunci untuk masuk tanpa perlu mengetuk.

******

"Raya, lo temenan apa pacaran sih sama Pram?" sekelumit pertanyaan yang kerap menyapaku. Tanda tanya yang menggantung di langit-langit rasa penasaran teman-temanku.
Mereka melihat dengan kacamata berbeda yang aku dan kamu gunakan. Mungkin karena sebuah kebiasaan yang menyebabkan mereka menjadi tidak biasa melihat kedekatan kita berdua. Lagi-lagi, sempat aku berpikir mereka hanya bingung atau bahkan iri karena tidak memiliki sahabat lawan jenis seperti yang aku punya dalam hidupku, yaitu kamu.
"Raya, sifat posesif yang Pram punya ke lo itu gak normal untuk ukuran seorang sahabat" sebuah keakraban lain yang juga seringkali mampir ke telingaku, dan aku pun selalu menertawakannya. Aku menyanggah dan menjelaskan bahwa sebuah kewajaran jika kamu bersikap seperti itu ke aku. Sebagai sahabat yang baik, kamu pasti menginginkan yang terbaik untukku. Termasuk pasangan. Makanya kamu akan berubah menjadi seorang cerewet jika sudah berkaitan tentang kisah cintaku. Tenang, bagiku itu hal yang biasa saja. Kamu jangan cemas. Pendapat mereka akan tetap menjadi milik mereka. Kita tetap sahabat dan tidak akan pernah berubah.

******

"Salah gak kalau Pram suka sama kamu?" seutas kalimat yang belum pernah dan tidak pernah aku bayangkan akan aku dengar meluncur dari bibir kamu. Mengelukan lidahku. Aku terdiam beberapa saat. Berusaha mengembalikan diriku dalam sadar. Pengakuan kamu adalah kunci yang membuka kotak pandora yang telah aku sembunyikan lama. Mengeluarkan satu per satu elemen yang selama ini aku acak agar tak mampu tersusun menjadi perasaan yang sengaja ditepiskan.
Setelah pengakuan tak terduga itu, aku dan kamu akhirnya mulai mencoba untuk melihat kembali apa yang sebenarnya kita rasakan. Apa yang kita sembunyikan sejauh ini. Apa cinta itu telah lama bertamu tapi sebagai tuan rumah malah kita acuhkan dia? Atau malah sebagai tamu, sang cinta malah terkekeh-kekeh menertawakan ketidaktahuan kita selama ini? Menjadikan kita sebagai sebuah lelucon yang terombang-ambing dalam sebuah sunyi rasa. Berdalih diatas kata sahabat, disaat mungkin aku dan kamu hanya takut untuk mengorbankan kenyamanan yang sudah kita buat.

******

Namun, tidakkah kita melupakan hal-hal penting yang mengelilingi aku dan kamu? Memiliki rasa mungkin terdengar mudah, tapi tidak dengan memperjuangkan rasa tersebut. Seharusnya aku sudah sadar dengan banyak ketidakmungkinan yang akan menggentayangi hubungan aku dan kamu setelah hari pengakuan tidak terduga itu.

"Pram, aku minta maaf"

"Maksudnya? Minta maaf untuk apa? Emang kamu salah apa?"

"Aku gak bisa nerusin perjuangan kita, aku minta maaf"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun