Seksualitas, Godaan dan Cara Mengatasinya
Oleh: Suyito Basuki
Â
Sebegitu rumitnyakah persoalan seksualitas? Â Apakah seksualitas itu "jahat" dan selalu tidak menguntungkan dan menggembirakan?
Seksualitas, Sebenarnya Menggembirakan
Kitab Kejadian Pasal 1 dan 2 memberi informasi yang sangat berharga perihal seksualitas. Â Pada hari keenam, Allah menciptakan manusia, laki-laki dan perempuan (Kej. 1:27), Allah kemudian memberkati mereka dan memberi perintah antara lain supaya mereka "beranak cucu dan bertambah banyak" (Kej. 1:28). Â Keterangan yang diberikan dalam Kejadian 2:24-25, memberi penjelasan bagaimana manusia dapat melakukan perintah Allah itu, "Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan istrinya, sehingga keduanya menjadi satu daging. Â Mereka keduanya telanjang, manusia dan istrinya itu, tetapi mereka tidak merasa malu."
Terhadap karya ciptaan-Nya, termasuk di dalamnya manusia, Allah kemudian memberi komentar,"...sungguh amat baik..." (kej. 1:31). Â Kata "baik", merupakan terjemahan dari bahasa Ibrani tob. Â Kata tob dapat diterjemahkan dengan arti baik, menyenangkan, indah, benar tanpa kesalahan. Â Kadang-kadang kata tob menunjukkan gagasan yang unggul, misalnya "kemurnian" emas tanah Hawila (Kej. 2:11), dan mutu minyak curahan (Kidung Agung 1:3). Â Dengan demikian, komentar Allah terhadap manusia dengan berbagai "perangkatnya", termasuk perangkat alat seksualitasnya. Â Kalau kata tob boleh diterjemahkan dengan kata "menggembirakan", maka ketika Allah melihat manusia dengan segala yang dimilikinya, maka sesungguhnya Allah menjadi "gembira".Â
Mengapa demikian? Â Tim & Beverly LaHaye dalam buku Kehidupan Seks dan Pernikahan, yakin benar bahwa menciptakan nafsu (seksual) pada diri manusia, adalah supaya manusia dapat menikmatinya, dan Allah menciptakannya dengan sangat sempurnanya, sehingga beralasan jika Allah kemudian "gembira" karenanya (h. 15)
Dalam teks-teks Alkitab baik PL maupun PB menyajikan hal yang sama, bahwa seksualitas diciptakan untuk dinikmati sepenuh-penuhnya dalam lembaga pernikahan.  Kejadian 4:1 tertulis: "Kemudian manusia bersetubuh dengan Hawa, istrinya, dan mengandunglah perempuan itu, lalu melahirkan Kain..."  Menurut Tim & Beverly LaHaye, persetubuhan manusia dan istrinya itu memberikan pengalaman "pengenalan" satu terhadap yang lain yang bersifat  suci, pribadi, dan intim.  Pertemuan-pertemuan itu, menurut Tim & Beverly LaHaye dirancang Allah agar kedua belah pihak memperolah berkat dan kenikmatan dari padanya (h. 16).  Menggembirakan bukan?
Â