Mohon tunggu...
Suyito Basuki
Suyito Basuki Mohon Tunggu... Pemuka Agama - Menulis untuk pengembangan diri dan advokasi

Pemulung berita yang suka mendaur ulang sehingga lebih bermakna

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Menulis dengan Honor 10 Ribu Rupiah

23 Desember 2021   06:49 Diperbarui: 23 Desember 2021   08:47 401
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Redaksi Dilah Kasukman bersama beberapa penulis, dokumentasi pribadi

Menulis dengan Honor 10 Ribu Rupiah

Oleh: Suyito Basuki

Bulan November 2021 yang baru lalu, kami redaksi renungan Harian Bahasa Jawa Dilah Kasukman, bersama rekan-rekan penulis merayakan hari ulang tahun penerbitan kami yang ke-3.  Hal itu berarti sudah 3 tahun Dilah Kasukman yang diterbitkan oleh Lembaga Pekabaran Injil Sinode (LPIS) Sinode Gereja Injili di Tanah Jawa yang berpusatkan di kota Pati Jawa Tengah, hadir menyapa sekitar 1000 orang pembacanya, sebagai renungan harian bahasa Jawa satu-satunya di Indonesia yang ditulis dengan bahasa populer dengan variasi strata bahasa krama inggil-ngoko; dialek mainstream Solo-Jogja, ataupun bahasa Pati pantai utara dan juga kadang bahasa ngapak banyumasan.

Sejak terbitan perdana, Desember 2018, saya didapuk sebagai pemimpin redaksi dan editor. Teman-teman beralasan saya berlatar belakangkan sekolah pedhalangan dan kadang mendalang wayang purwa dan wayang wahyu, sehingga katanya bahasa Jawa saya setidaknya aktif; lagi pula sejak 2010 sampai sekarang ini saya termasuk anggota tim pembaruan terjemahan alkitab bahasa Jawa Formal Perjanjian Lama Lembaga Alkitab Indonesia (LAI).  Mungkin itu alasannya saya didaulat menjadi pemimpin redaksi sekaligus editor, entah kalau ada alasan lain.

Di awal-awal penerbitan memang kami mengadakan rapat.  Rapat-rapat yang kami adakan adalah menentukan tema dan muatan buku renungan harian.  Hampir dua tahunan, selain renungan harian juga ada rubrik paramasastra praktis dan cara memberikan sambutan (sesorah)  pada acara-acara gereja.  Pertemuan juga membahas masalah editing yang meliputi penulisan kata dan kalimatnya.  Meski rekan-rekan penulis rata-rata berlatar belakang teologia, toh usia mereka rata-rata masih muda-muda, masih perlu pembelajaran dalam penulisan berbahasa Jawa. 

Tugas saya adalah mengumpulkan naskah-naskah setiap bulannya.  Saya membuat grup WA dan grup Face Book. Melalui grup-grup tersebut  saya memuat renungan harian versi digitalnya dan memberi informasi kebutuhan naskah setiap bulannya.  Saya pribadi akan mempersiapkan naskah minimal  5 buah setiap bulannya.  Setelah terkumpul naskah dari rekan-rekan di akhir bulan, maka kekurangannya berapa, saya yang akan melengkapinya.  Pernah karena mungkin rekan-rekan penulis sedang sibuk dengan pekerjaan atau pelayanan masing-masing, maka saya pernah menambah tulisan hampir 20 naskah.  Rasanya tidak enak, sebagai pemimpin redaksi dan editor membuat naskah terlalu banyak, nanti ada yang mengira memonopoli tulisan.  Setelah naskah terkumpul, saya akan mengedit seperlunya kemudian saya kirimkan via email ke bagian tata letak, setelah dilengkapi dengan gambar cover dan iklan-iklan yang masuk, seminggu kemudian akan terbit 1000 eksemplar versi cetaknya.  Sebenarnya kalau untuk memenuhi kebutuhan warga gereja kami seluruh sinode, mungkin harusnya terbit puluhan ribu eksemplar, karena warga secara keseluruhan, Jawa-Sumatra, berkisar 50 ribu jiwa.

Kami mempunyai penulis di renungan harian ini 10-15 orang.  Mereka berusia 30-an tahun sampai 70-an tahun.  Tiga orang awam telogia dan lainnya mempunyai  latar belakang teologia.  Dari segi bahasa, ada yang ahli tata bahasa sehingga tulisan tidak banyak koreksi, sampai rekan yang menulis dengan tata bahasa seadanya, sehingga banyak sekali perbaikannya, dari segi pilihan kata, ejaan dan penataan kalimatnya.  Menghadapi hal seperti ini, rasanya pusing, karena lebih mudah untuk membuat tulisan sendiri sebenarnya.  Ada yang minta supaya tulisannya diterjemahkan ke dalam bahasa Jawa dari naskah semula berbahasa Indonesia.  Tapi hal ini tidak kami kerjakan karena terlalu banyak makan waktu.  Setelah ulang tahun ke-3, di edisi bulan Desember ini, ada seorang penulis wanita yang masuk, sebelumnya semua penulis adalah para pria. 

Menambah penulis renungan bahasa Jawa, bukanlah hal yang mudah.  Saya sudah menyampaikan di beberapa grup WA dan Face Book, tidak ada respon dari pembaca.  Mungkin lebih mudah bagi mereka menulis dalam bahasa Indonesia dari pada menulis dalam bahasa Jawa.  Apalagi honor yang kami persiapkan untuk satu tulisannya hanya 10 ribu rupiah.  Pemberian honor ini setelah seorang penulis memiliki total tulisan 50 buah.  Belum lama ini saya mendapatkan honor 750 ribu dari hasil menulis 75 buah tulisan renungan.  Saya juga menulis rubrik sambutan (sesorah) dalam bahasa Jawa, tetapi tulisan itu tidak diperhitungkan untuk diberi honor.  Ada seorang penulis muda yang produktif, Pdt. Danang Tutut Arifal, dia mengatakan bahwa menulis renungan bahasa Jawa adalah dengan tujuan hepi-hepi, jadi tidak untuk tujuan finansial.  Saya secara pribadi lega mendengar pernyataannya.  Saya kira semua penulis, sebut saja Iskandar MZ, Pdt. Abednego Utomo Prasetyo, Taufan Suherno, Pdt. Suratman, Pdt. Barnabas Mohammad Sodiq dan penulis-penulis lainnya, tentu memiliki dasar pemikiran yang sama dalam kreativitas penulisannya.

Pemotongan dan penyerahan tumpeng dari pemimpin perusahaan, Pdt. Suratman kepada Pemimpin Redaksi (Dok. Pri)
Pemotongan dan penyerahan tumpeng dari pemimpin perusahaan, Pdt. Suratman kepada Pemimpin Redaksi (Dok. Pri)
Pembaca Renungan Harian Dilah Kasukman ini mulai dari jemaat biasa, para majelis dan rekan-rekan pendeta.  Mereka menggunakan renungan harian ini untuk renungan kontemplasi di pagi hari atau waktu-waktu yang memungkinkan mereka untuk berdoa dan merenungkan firman Tuhan secara pribadi setiap harinya.  Bagi para majelis atau rekan pendeta, renungan harian ini bisa menjadi bahan atau sarana mereka menyampaikan renungan baik di acara persekutuan di luar gereja atau pun di mimbar gereja.  Tentu saja perlu dikembangkan seperlunya supaya relevan dengan kebutuhan yang ada.

Harapannya dengan memasuki usia yang ke-4 tahun ini, Renungan Harian Dilah Kasukman yang kami kelola akan semakin bertambah para penulisnya.  Saya akan membicarakan dengan rekan redaksi untuk mengadakan lanjutan seminar strategi penulisan renungan yang pernah kami selenggarakan secara tatap muka sebelum pandemi corona.  Mungkin kami akan adakan webinar-webinar terkait dengan cara-cara penulisan renungan dengan menggunakan bahasa Jawa.  Demikian juga kami akan membuat konten-konten di Youtube yang terkait dengan penulisan renungan bahasa Jawa ini.  Kami akan teguh untuk terus menulis, karena ada prinsip umum: kalau kita ingin melestarikan sebuah bahasa, kita harus aktif menggunakannya, baik lisan maupun tulisan.  Bahwa secara politik bahasa, kami paham, bahasa Jawa sedang mengalami peperangan dahsyat untuk mempertahankan hidupnya dan kami tengah membelanya dengan cara kami!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun