Mohon tunggu...
Suyatno
Suyatno Mohon Tunggu... Anak manusia biasa

Hidup adalah proses belajar

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Sisi Lain Kesenian Singa Dangdut; Antara Seni dan Pergaulan

7 Mei 2025   16:40 Diperbarui: 7 Mei 2025   16:40 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Singa Dangdut, Sumber Foto Inforepublik.id

Bagi sebagian orang, mungkin istilah singa dangdut belum familiar. Berbeda dengan masyarakat Subang dan Indramayu (daerah perbatasan Subang) yang sudah mengenal kesenian satu ini. Singa dangdut adalah kesenian yang menampilkan boneka singa atau sisingaan yang digotong kemudian diiringi musik dangdut. Seiring berjalannya waktu, kesenian ini berkembang tidak hanya menampilkan singa, tetapi burung, singa bersayap, dan bentuknya bervariasi. 

Singa dangdut sering ditampilkan dalam acara hajatan; pernikahan, ulang tahun, dan khitanan. Di daerah penulis (Indramayu Barat) singa dangdut sering ditampilkan pada acara khitanan. Sederhananya, singa dangdut merupakan kesenian dimana mengarak anak yang akan dikhitan keliling kampung menaiki sisingaan kemudian ditutup dengan atraksi sulap. Sulap ini menampilkan berbagai trik mulai dari jenaka hingga mistik.

Singa dangdut juga dikenal dengan kesenian yang berbau mistik karena kerap menampilkan atraksi sulap yang cukup ekstrim. Pada masa kanak-kanak penulis (sekitar 2009) atraksi sulap singa dangdut menampilkan sintren, perubahan manusia menjadi pocong atau kuntilanak, hingga debus. Tidak sampai disitu, atraksi ini juga kadang membuat pelaku sulap kesurupan dan memakan ayam hidup, serta meminta permintaan aneh kepada tuan hajat.

Atraksi sulap singa dangdut juga diwarnai dengan adegan lucu seperti penampilan bodor (semacam badut dalam versi Sunda) dengan tingkah lucu dan jenaka. Atraksi sulap ini selalu ditampilkan terakhir, tepatnya setelah arak-arakan selesai. Dalam hal ini, anak yang akan dikhitan selalu dilibatkan hingga penampilan sulap berakhir dan biasanya menggunakan dua sisingaan.

Memasuki era tahun 2020 kesenian singa dangdut mengalami pergeseran. Singa dangdut mulai cenderung menampilkan hiburan semata dan meninggalkan aspek mistik. Hemat penulis, hal ini diakibatkan efektifitas dan kepentingan komersil. Misalnya dalam satu hari singa dangdut memiliki dua jadwal pementasan. Sehingga penampilan singa dangdut dibagi dua waktu; pagi dan sore. Kemudian dari segi fee antara adanya atraksi sulap dengan tidak ada atraksi sulap; sama. Alhasil atraksi sulap dalam kesenian singa dangdut mulai ditinggalkan.

Selain atraksi sulap, ada satu hal yang hari ini perlu menjadi perhatian serius; yakni fenomena berjoget di area sound system. Sesuai namanya; singa dangdut, kesenian ini menampilkan sisingaan yang diiringi musik dangdut. Posisi sound system ini  berada di paling belakang barisan sisingaan. Musik dangdut yang begitu keras di support oleh sound system berukuran besar, membuat suaranya begitu kuat. Saking kerasnya suara sound system yang dihasilkan dalam singa dangdut, suaranya terdengar hingga 300 meter.

Sound yang begitu besar didesain supaya bisa di dorong agar bisa berpindah tempat dengan mudah. Momen ini tidak jarang dimanfaatkan oleh sekelompok orang untuk berjoget. Di tengah budaya masyarakat, muncul fenomena yang memprihatinkan: sound system singa dangdut dijadikan sebagai tempat berjoget dan mabuk-mabukan minuman keras.

Foto pribadi, diambil saat kejadian 
Foto pribadi, diambil saat kejadian 

Dulu joget di singa dangdut hanya dipenuhi oleh orang dewasa. Sementara remaja dan anak-anak hanya menonton dan melihat barisan sisingaan. Tapi sekarang sebaliknya, batas itu nyaris hilang. Remaja bahkan anak-anak sudah mulai turun ke area salon (sound system) dan ikut berjoget, bahkan ada yang tidak sungkan menenggak minuman keras tanpa rasa malu. Dan itu dibiarkan tanpa ada yang menegur.

Hal ini semakin memperlihatkan bahwa kesenian tradisional yang awalnya sarat nilai budaya dan nilai spiritualitas, perlahan bergeser menjadi ruang hiburan dan percontohan perilaku negatif. Joget dan mabuk di salon singa dangdut telah menjadi legacy yang ditiru anak-cucu. Mirisnya, anak-anak kecil yang seharusnya menyerap nilai budaya, justru mewarisi perilaku menyimpang yang dianggap wajar. Tanpa sadar, lingkungan ini menormalisasi mabuk dan joget sebagai bagian dari kesenian. Padahal masih banyak hal baik yang bisa diambil dari singa dangdut seperti nilai gotong royong, musik daerah, hingga filosofi, bukan sekedar euforia sesaat. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun