Mohon tunggu...
Analisis

SBY, KPK dan NARASI 14

10 Juni 2018   21:22 Diperbarui: 11 Juni 2018   09:47 7596
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Namun, apa yang terjadi dengan Samanhudi dan Syahri Mulyo? Keduanya ditetapkan tersangka sebelum dilakukan pemeriksaan. Sebaliknya, ke-5 orang ditetapkan KPK karena OTT. Satu hari menjelang penyerahan diri, Syahri Mulyo membuat rekaman video yang beredar di media-media sosial dan media online. "Biarlah saya menjadi korban politik," kata Syahri. Ia seperti tersadar, saat ini tengah menghadapi kekuatan besar, yang pernah berkuasa 10 tahun di negeri ini, dan mampu menjulur masuk ke internal KPK.

Napak Tilas Majapahit

SBY adalah tokoh yang sangat cerdas. Ahli strategi. Peraih medali Adhi Makayasa semasa lulus dari taruna militer. SBY paham betul, bahwa keberhasilan dan kegagalan politik tidak bisa dilepaskan dari narasi dan sugesti. Dan, ia telah meletakkan itu semua. Tahun 2019, adalah kembalinya kejayaan Partai Demokrat, seperti kejayaan Majapahit abad ke-14. Angka 14 adalah sama persis dengan nomor Partai Demokrat. Dan, jalur keturunan ke-14 dari trah Raja Majapahit yang pertama, jatuh di kedua anaknya.

Ini adalah narasi dan sugesti. Semua tahu, SBY tengah menyiapkan AHY sebagai pemimpin masa depan Indonesia. Mayor TNI (Pur) AHY adalah anak muda, yang menelan pil pahit kekalahan di Pilkada DKI tahun 2017. Wajar, jika SBY ingin menyiapkan jalan yang lebih rapi bagi anak sulungnya itu.

Dalam tour di Jawa Timur, selain kampanye untuk Calon Gubernur Khofifah Indar Parawansa dan Calon Wakil Gubernur Emil Dardak, SBY juga mengajak AHY yang lulusan Universitas Harvard AS untuk "lelaku", napak tilas leluluhurnya yang trah agung Majapahit.

Seperti dilaporkan Detik.Com, 2 April 2018, dari Pendopo Agung Trowulan, SBY mengajak AHY untuk napas tilas ke raja dan ratu Majapahit. Seperti Ratu Kencono Wungu, petilasan Tribuwana Tungga Dewi, petilasan Raja Hayam Wuruk dan petilasan raja pertama Majapahit Raden Wijaya (Makam Sitinggil).

Serangan Di Jantung Nasionalis

Samanhudi, Syahri Mulyo, Gus Ipul, Puti Guntur Soekarno, dan kekuatan kaum nasionalis tidak sadar, bahwa mereka tengah menghadapi sebuah plot, rencana besar, yang tengah disiapkan dengan baik oleh SBY. Plot itu dimulai dari Jawa Timur, provinsi dimana Majapahit lahir, tumbuh dan besar merajai Nusantara.

Dan, dalam plot merebut Jawa Timur itu, ada kantong-kantong suara penting yang harus dikuasai untuk memuluskan skenario itu, yakni menguasai Blitar dan Tulungagung, sekaligus mendudukkan Margiono menjadi Bupati Tulungagung, dan menjadikan Khofifah-Emil sebagai gubernur-wakil gubernur Jawa Timur.

Seluruh kekuatan nasionalis di Jawa Timur terlalu lugu. Polos. Mereka hanya bergerak terus ke bawah, menemui rakyat dan mengorganisirnya. Mereka tidak sadar ada kekuatan besar yang tengah bergerak untuk menggerusnya. Dan, pertunjukkan Hari-H drama tersebut, sengaja dipilih 6 Juni, hari kelahiran Bung Karno, di jantung kekuatan nasionalis pula.

Seandainya kekuatan nasionalis bergandeng tangan dengan SBY, Sang Sutradara Utama, yang ahli strategi, maka drama OTT KPK di Tulungagung dan Blitar niscaya tidak akan terjadi. Dan, pasti pula Samanhudi dan Syahri Mulyo tidak akan dihancurkan sekaligus dipermalukan dengan OTT KPK.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun