Mohon tunggu...
Sutriyadi
Sutriyadi Mohon Tunggu... Penulis - Pengangguran

Sekali hidup hidup sekali

Selanjutnya

Tutup

Worklife

Jadi Pengangguran Itu Berat, Biar Aku Saja, Ini Alasannya

22 Juni 2021   05:40 Diperbarui: 22 Juni 2021   05:53 1765
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ya, tidak berbuat apa-apa berjam-jam seharian dan semalam penuh memang tidak mudah. Untuk orang yang terbiasa bekerja dan memiliki kesibukan diam gabut terasa berat sekali. Seolah jarum jam dinding dan jam di hp seperti bekicot. Pergerakannya sangat lamban.

Situasi seperti ini seperti menunggu seseorang yang tak kunjung datang. Lelah menunggu. Atau seperti orang berpuasa yang menanti azan magrib. Ingin sekali segera siang atau berganti hari, berharap nasib berubah. Dalam kondisi nganggur seperti ini, beranjak dari kamar tidur pun untuk apa. Jika pekerjaan untuk menghasilkan uang sudah tidak punya.

Bayangkan saja, setiap hari acaranya hanya istirahat. Istirahat dan istirahat. Makan, mandi, dan tidur. Makan, mandi, dan tidur. Begitu terus tanpa ada kepastian. Bagaimana tidak berat sebagai pengangguran? Berat diomelin orang tua, telinga panas diomongin tetangga. Ini adalah semacam penyiksaan tanpa sentuhan tangan.

Tidak berhenti di situ, badan pun terasa lelah dan ngilu tak beralasan. Ingin teriak tapi takut dimaki orang. Diam membisu kian menyakitkan. Melakukan aktivitas rumahan tidak menggairahkan. Sementara tidur pun terasa nek.

Beratnya lagi sebagai pengangguran, adalah tidak punya uang. Ini sama dengan jatuh tertimpa tangga pula. Serasa disiksa hidup-hidup tanpa kekerasan. Pikiran bingung sendiri, antara bekerja, dan pekerjaan siapa yang mau menerima.

Asal kalian tahu, semua orang yang sedang nganggur termasuk aku, tidaklah mau dicap pengangguran. Itu semua bukan kehendak kaum bantalan. Aku dan orang-orang senasib sepenanggungan, ingin sekali berkerja. Ingin punya teman serta jalan-jalan di hari libur. Namun harapan itu hilang di tengah-tengah aktivitas makan, mandi, dan tidur. Sebab kadang kecocokan membuat alasan kita tidak betah bekerja.

Yang tidak terpikirkan adalah ketika kita sadar rupanya nganggur ini sudah berjalan bertahun-tahun. Beratnya adalah hari ini, detik ini, saat menjalani masa nganggur. Sebuah perbalahan hebat tanpa ada tindakan. Sebuah aib yang aku sendiri tidak merasa bahwa itu hina. Walau pun sebenarnya bagi sebagian orang nganggur itu harus dihindari.

Bayangkan, pikiran kosong, badan pegel-pegel tanpa alasan, tidak punya uang, punya keinginan tapi tidak kunjung genap, sementara omongan orang kian menyakitkan. Kalau kondisinya dihadapkan seperti ini, tidak berat bagaimana? Saya yakin, rasanya sama dengan di penjara.

Kadang, bagi kaum rebahan sepertiku ini sering kali terlintas untuk berbuat kriminal. Andaikata aku tidak takut dengan konsekuensinya. Ini sangat menyedihkan sebagai aku bukan?

Sehingga tidak heran banyak hasil riset yang mengatakan bahwa orang yang menganggur memiliki kecenderungan lebih besar untuk melakukan kejahatan dari pada orang yang bekerja. Jadi, aku itu memiliki potensi lebih besar dipenjara. Tidak berat bagaimana?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun