Mohon tunggu...
Sutriyadi
Sutriyadi Mohon Tunggu... Penulis - Pengangguran

Sekali hidup hidup sekali

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Nasib Permainan Tradisional

15 Maret 2021   14:29 Diperbarui: 15 Maret 2021   14:53 917
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokpri. Anak-anak sedang bermain kelereng model roket

Kompetitif dan semangat untuk menang. Setelah dewasa jika kita ingat masa kecil dulu bahwa apa yang kita mainkan bersama anak-anak lainnya adalah barang yang mungkin bisa kita sebut tidak berharga bagi orang dewasa. Namun bagi kita (kecil) dulu hal itu sangat-sangat pantas untuk diperjuangkan. Kalah malu, oleh karena itu anak-anak biasanya sering berlatih (otodidak) dan termotivasi agar tidak mudah kalah.

Nilai solidaritas, gotong royong  dan ngalah. Kesetiakawanan, kebersamaan dan bahu-membahu telah melekat pada setiap bentuk permainan tradisional. Coba bandingkan dengan permainan modern yang sedang digandrungi oleh anak-anak milenial. Misalnya game online free fire memang dapat dilakukan dengan kerja sama atau kelompok. Namun karena tidak tatap muka secara langsung antar kawan, itulah yang menyebabkan mereka lebih mementingkan diri sendiri dari pada perkawanan.

Kritis dan interaktif. Nilai itulah yang dapat menunjang anak lebih cepat tumbuh berkembang dan bahkan menyehatkan. Anak-anak langsung dihadapkan dengan masalah dan cara memecahkannya sendiri tanpa bantuan orang tua. Memiliki mental yang kokoh sebab mereka tidak memiliki ruang untuk melempar batu sembunyi tangan. Bahkan menurut penelitian, bermain layang-layang dapat menambah kecepatan anak-anak berlari. Keren sekali bukan.

Terkikis dan Pentingnya untuk Dilestarikan

Miris melihat anak-anak saat ini. Bagaimana tidak, mereka individualis dan tidak peduli dengan sosial dan lingkungan di sekitarnya. Mari kita lihat anak-anak kita saat bermain game online, sendirian tanpa bisa diganggu apalagi disapa dan tak kenal waktu yang lebih menyebalkan permainan mereka harus mengeluarkan uang. Maka dari itu sebagai langkah peduli terhadap generasi yang berbudaya alangkah baiknya permainan zaman old dihidupkan kembali.

Tentu tantangan ini tidak mudah. Perlu adanya campur tangan dan sinergisitas antarelemen. Orang tua, pemerintah, pemuda dan bahkan pendidikan agar warisan nenek moyang ini tetap eksis di tengah-tengah lajunya perkembangan zaman.

Orang tua sebagai ujung tombak keberhasilan generasi berkarakter Indonesia perlu proaktif mengarahkan dan membimbing anak-anak agar lebih mencintai budaya leluhurnya. 

Pemerintah hadir dengan otoritas yang lebih luas jangkauannya dapat membantu dengan kebijakan-kebijakan yang menyentuh ke wilayah pelestarian permainan tradisional. Melalui program-program di kementerian dan bekerja sama dengan komunitas.

Pemuda sebagai pemegang budaya antargenerasi turut meluruskan adik-adiknya dengan menghidupkan kembali atau mem-viral-kan permainan tradisional yang mereka pernah ketahui saat masih kecil dulu. Melakukan langkah kecil dengan membangun komunitas atau menciptakan ruang bermain. Sebagai wujud kepedulian terhadap sejarah.

Pendidikan sebagai lembaga yang memiliki ruang terukur dapat melibatkan atau mengaitkan setiap mata pelajaran dengan konteks yang ada di sekitar masyarakat setempat. 

Olahraga tidak hanya yang masa kini akan tetapi juga dengan olahraga tradisional. Permainan juga demikian. Di sinilah jika hal ini dapat diwujudkan di tengah-tengah kita akan menjadi nilai tersendiri yang tidak dimiliki oleh negara lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun