Mohon tunggu...
Sutriyadi
Sutriyadi Mohon Tunggu... Penulis - Pengangguran

Sekali hidup hidup sekali

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Artikel Utama

Mendusta dengan Semiotik

10 Januari 2021   06:38 Diperbarui: 14 Januari 2021   04:14 1616
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sixsemiotics.wordpress.com

Contoh, saya berjalan-jalan lalu melihat awan gelap. Nah, awan gelap di atas langit itu disebut (tanda) maknanya adalah mungkin sebentar lagi akan hujan (petanda).

Kemudian agar lebih ramping lagi saya akan membahas sebuah teks. Teks ini juga di sebut tanda karena ada makna tersembunyi di setiap teks. Teks ditulis sebagai wakil dari pikiran penulis yang masih abstrak. Yang abstrak itulah kemudian dikonkretkan dalam wujud tulisan atau teks.

Teks juga disebut sebagai tanda yang lepas dari penulisnya. Mengapa lepas? Karena penulis sudah tidak bisa mengontrol teks yang sudah dilepas atau publikasikan. Sehingga teks (tanda) tersebut dapat ditafsirkan sesuai kemampuan dan cara berpikir pembaca atau penerima teks (tanda).

Oleh karena itu sebagai pembaca atau penerima teks, kita harus memiliki kemampuan menafsirkan tanda agar maksud dan tujuan yang kita pahami dari tanda (teks) tersebut sama dengan maksud dan tujuan yang ada dalam kepala penulis (pembuat tanda atau teks).

***

Hipersemiotik sebagai Pisau Bedah Hoaks

Ahli Semiotik, filsuf, sekaligus novelis berkebangsaan Itali itu menawarkan beberapa cara untuk mengungkap misteri yang sembunyi di dalam headline, pendapat, surat kabar atau informasi lainnya yang mengandung ketidakbenaran.

Apakah teks itu sengaja dipalsukan dengan maksud dan tujuan tertentu untuk memengaruhi pembaca atau tidak? Caranya dengan melihat apakah teks tersebut melampaui sebagai tanda (hipersemiotika). Jika teks sudah menunjukkan hipersemiotik itu artinya tanda (teks) tersebut layak dimasukkan dalam tong sampah.

Hipersemiotik dapat diidentifikasi dengan beberapa hal. Pertama, tanda daur ulang. Tanda ini merupakan tanda yang sudah kedaluwarsa yang memiliki narasi tersendiri di masa lalu, namun digunakan kembali keseluruhan atau sebagian untuk memberitakan kejadian saat ini dengan maksud dan tujuan yang berbeda dengan aslinya di mana tanda itu diperoleh.

Misalnya ada sebuah berita di media sosial soal demo mahasiswa terkait ciptaker beberapa hari yang lalu hingga berdarah-darah, setelah diamati ternyata berita tersebut menggunakan gambar atau atribut-atribut demo ’98.

Kedua, tanda yang sengaja dibuat (hoaks). Mungkin pembaca masih ingat dengan kasus Ratna Sarumpaet. Wajah lebamnya itu disebut tanda. Sementara narasi (pengakuannya) sebagai korban kekerasan oleh salah satu pihak tertentu (maksud dan tujuan yang ada dalam kepala petanda/pelaku) ini disebut sebagai barang tidak ada namun sengaja diadakan untuk mengada-ada alias hoaks

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun