Mohon tunggu...
Sutomo Paguci
Sutomo Paguci Mohon Tunggu... Pengacara - Advokat

Advokat, berdomisili di Kota Padang, Sumatera Barat | Hobi mendaki gunung | Wajib izin untuk setiap copy atau penayangan ulang artikel saya di blog atau web portal | Video dokumentasi petualangan saya di sini https://www.youtube.com/@sutomopaguci

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Padang, Contoh Kota Merana oleh Pemimpin Kecanduan Agama

23 April 2013   13:38 Diperbarui: 24 Juni 2015   14:44 5185
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_239551" align="aligncenter" width="560" caption="Baliho iklan layanan masyarakat Wako-Wawako Padang 2009-2014 Fauzi Bahar (PAN)-Mahyeldi Ansharullah (PKS), di Pondok (Pecinaan), Padang, Kamis (18/4). Foto: SP"][/caption] Saya pikir anak sekolah dasar pun bisa membedakan mana fasilitas umum (fasum) dan mana fasilitas pribadi. Di kota Padang pada kebalik-balik. Harusnya fasum malah digunakan untuk kepentingan pribadi para kapitalis. Yang paling fatal dari kota ini adalah, tidak punya fasum yang paling sentral, yakni terminal. Terminal yang dulu telah dibangun dengan susah payah malah dialihfungsikan untuk kepentingan pribadi para kapitalis. Yang mengizinkan alih fungsi fasum demikian adalah Walikota Padang Fauzi Bahar. Karena itu, Padang mungkin satu-satunya kota yang sudah cukup besar di Indonesia namun tak memiliki terminal angkutan kota dan terminal antar kota antar provinsi. [caption id="attachment_239553" align="aligncenter" width="560" caption="Alih fungsi terminal angkot Pasar Raya, Padang, menjadi mall oleh Wako Fauzi Bahar, diabadikan Kamis (18/4). Foto: SP"]

13666963891485501521
13666963891485501521
[/caption] Terminal angkot di Pasar Raya Padang, sim salabim, oleh Wako Fauzi Bahar diubah menjadi mall Copas Plaza. Begitupun terminal antarkota bernama Lintas Andalas disulap menjadi Plaza Andalas. Terminal antar kota tersebut kemudian dipindahka dengan membangun baru Terminal Regional Bengkuang (TRB) nun jauh ke Jalan By Pass, Air Pacah, tahun 1999. Tentu saja pengendara dan penumpang ogah jalan jauh-jauh ke Air Pacah. Selain faktor jarak yang jauh jauh dengan pusat kota; juga, berapa pemborosan biaya minyak kendaraan untuk pergi sejauh itu, lebih kurang 6 KM dari pusat kota. Kadang saya membayangkan, berapa biaya yang dikeluarkan para pengusaha kapitalis untuk menyulap fasum terminal angkot Pasar Raya Padang dan Lintas Andalas menjadi mall-mall yang menjulang tinggi. [caption id="attachment_239555" align="aligncenter" width="560" caption="Alih fungsi terminal antar kota Lintas Andalas menjadi Plaza Andalas, tahun 2004-2005, diabadikan Kamis (18/4). Dulu, ke Terminal Lintas Andalas ini jika penulis hendak pulang kampung. Foto: SP"]
1366696597283700028
1366696597283700028
[/caption] Dua periode jabatan Fauzi Bahar (2004-2009 dan 2009-2014) menjadi masa-masa keemasan bagi para kapitalis pebisnis mall atau plaza. Periode inilah paling marak perubahan fasum terminal dan pasar rayat menjadi mall. Terakhir, Pasar Simpang Haru dan Pasar Bandar Buat, Padang, diubah menjadi mall dan sekarang sedang dibangun. Yang paling parah, ya ampuuuun, tobaaaat, onde mandeeeee, adalah Pasar Raya Padang. Jika tuan-tuan berkunjung ke Padang, aduh, malu saya. Sebaiknya tak usah singgah ke Pasar Raya Padang kecuali penting sekali. Pasar ini persis seperti kapal pecah. Berserak-serak. Pedagang kaki lima berjubel memenuhi badan jalan. Emperan ruko-ruko penuh dengan PKL yang nyaris tanpa pengaturan sama sekali. Pasar Raya Padang barangkali terpilih sebagai pasar besar dengan pengaturan terburuk dan terjorok di Indonesia. Pasar ini cukup luas tapi pasca gempa September 2009 pertumbuhan PKL menjadi tak terkendali dan tak teratur. Sehingga terjadilah kesemerawutan yang luar biasa. Pembangunan bergerak seperti siput. [caption id="attachment_239560" align="aligncenter" width="560" caption="Pasar Raya Padang yang semerawut. Pedagang berjualan di badan jalan dibiarkan saja. Akibatnya jalan jadi mampat. Diabadikan Kamis (18/4). Foto: SP"]
13666967861844874596
13666967861844874596
[/caption] Apa yang dilakukan oleh Wako Padang Dr Fauzi Bahar dan Wako Mahyeldi Ansharullah? Coba perhatikan, asal partai keduanya (PAN dan PKS) adalah partai yang biasa "menjual" agama dalam politik praktis. Yang digalakkan oleh Fauzi Bahar justru program-progam "angkat telor" berhadapan dengan warga yang senang dengan "candu agama". Rumus politisnya: memainkan sentimen agama yang seksi di mata publik. Caranya, ia menciptakan program "Asmaul Husna". Himbau-himbauan melalui radio biasanya selalu ajakan untuk sholat. Dengan program "Asmaul Husna" semua murid sekolah diharuskan mengikuti kelas-kelas pengajian "Asmaul Husna" pada waktu tertentu. Lucunya, Fauzi Bahar sendiri tak hafal Asmaul Husna. Pernah, suatu hari di masa yang lalu, seorang anggota DPRD meminta Fauzi Bahar melafazkan Asmaul Husna, celakanya sang Wako mengaku tak hafal. Selain itu, diciptakan pula program "Didikan Subuh". Anak-anak sekolah usia SD ikut program ini di pagi buta sesudah subuh tiap hari Minggu. Pelajarannya tak lain tak bukan hafalan seputar rukun iman, rukun islam, azan, dan iqamah dengan cara maju ke muka satu per satu. Pendanaan program-program keagamaan di atas sebagian diebankan pada APBD. Horeeee! Barangkali begitu kaum "candu agama" akan bersorak Hampir genap 10 tahun Fauzi Bahar menjabat Wako Padang. Alih-alih Padang melejit jadi kota yang maju dan tertib (sudah pakai jurus agama begitu), yang terjadi malah kota ini makin hancur lebur tak karu-karuan. Wako kali ini benar-benar mendatangkan kehancuran bagi kota. [caption id="attachment_239563" align="aligncenter" width="560" caption="Sudut lain Pasar Raya Padang yang semerawut. Dengan terang-terangan pedagang berjualan di badan jalan namun dibiarkan saja oleh Pemko Padang. Diabadikan Kamis (18/4). Foto: SP"]
13666969251312922244
13666969251312922244
[/caption] Fauzi Bahar memang paling hobi mengubah-ubah sesuatu yang sudah mapan dan tak perlu diubah. Selain mengubah-ubah fasum terminal dan pasar raya jadi mall, Wako ini juga mengubah motto Kota Padang menjadi seolah mau menghadapi perang besar dunia ketiga. Mentang-mentang Wako ini berlatar belakang militer (pangkat terakhirnya Letkol). Sebelumnya kota ini mempunyai motto "Padang Kota Tercinta", sejak tahun 1973. Oleh Fauzi Bahar diubah menjadi "Padang Kota Tercinta, Kujaga dan Kubela", pada tahun 2005. Sekalipun perubahan itu telah ditentang sebagian warga dan wakil rakyat di DPRD. Parahnya, calon-calon penggantinya, seperti tercermin dari bahiho-baliho dan iklan-iklan politik malah kelihatan meneruskan pola politis ala Fauzi Bahar tersebut. Yakni, menjual sentimen agama. [caption id="attachment_239568" align="aligncenter" width="560" caption="Terminal Regional Bengkuang (TRB), di Air Pacah, Padang, selesai dibangun tahun 1999. Sekarang menjadi semak belukar sejak tak difungsikan lagi sekitar 6 tahun terakhir, baik karena penumpang dan sopir yang tak mau ke sana, maupun faktor ketidaktegasan pemerinta kota, diabadikan Kamis (18/4). Foto: SP "]
1366697270186086569
1366697270186086569
[/caption] Demikianlah satu contoh hikmah yang bisa kita petik. Bahwa, membawa-bawa agama ke ruang publik, dalam hal ini politik praktis, sama sekali tidak ada manfaatnya jika tak diiringi dengan kinerja yang baik. Agama dalam pengertian formalistik yang berkelindan dengan politik praktis tak membawa kesejahteraan bagi masyarakat. Terbukti, agama yang dibawah ke politik praktis tak bisa menciptakan lapangan kerja, memperbaiki drainase yang tersumbat, memperbaiki pasar yang semerawut, dst. Yang terjadi di dunia politik agama dijadikan "candu" untuk membuai warga hingga "teler". Harapannya warga kehilangan sikap kritis pada pemimpin. Kritis, dengan demikian, menjadi hal tabu. Masak mengkritisi pemimpin yang selalu menyeru pada agama dan Tuhan. Nanti kualat dan dikutuk Tuhan. Foto-foto di atas telah "bercerita" pada kita bagaimana parahnya "candu agama"---mungkin pula ditambah faktor warga lebih memilih sibuk manggaleh---merasuki pemimpin dan warga kota. Bagus sekali jika kesolehan berbanding lurus dengan kinerja. Ini malah terbalik. Pemimpin adalah cermin warganya. Rumusnya: warga yang "kecanduan agama" akan cenderung memilih pemimpin yang memiliki taraf kecanduan yang sama, sekalipun pemimpin itu tak cakap dan ditengarai korup. Lihatlah kota Padang saat ini. Kota ini sudah hancur lebur namun nyaris tanpa komplen berarti dari warga kota. Kecuali, beberapa kali demo oleh pedagang pasar yang tergabung dalam Forum Warga Kota (FWK). Ujung-ujungnya justru para pedagang kecil tersebut yang dipenjarakan oleh kekuasaan yang menindas. (SP)

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun