Mohon tunggu...
Sutomo Paguci
Sutomo Paguci Mohon Tunggu... Pengacara - Advokat

Advokat, berdomisili di Kota Padang, Sumatera Barat | Hobi mendaki gunung | Wajib izin untuk setiap copy atau penayangan ulang artikel saya di blog atau web portal | Video dokumentasi petualangan saya di sini https://www.youtube.com/@sutomopaguci

Selanjutnya

Tutup

Politik

Nikah Gratis Beraroma Politis

6 Maret 2013   03:13 Diperbarui: 24 Juni 2015   17:15 1591
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kementerian Agama melempar wacana akan menggratiskan biaya nikah. Biaya nikah Rp30.000 yang biasa dibayar masyarakat pada penghulu akan dihilangkan. Sebagai gantinya Kementerian Agama akan mengusulkan anggaran Rp1,1 triliun dengan beban APBN.

Seklebatan wacana ini sepertinya akan mengharu biru khususnya bagi warga yang akan menikah, begitupun pegawai KUA. Betapa tidak, jika selama ini masyarakat terbebani, nanti setidaknya akan berkurang Rp30.000. Pun, petugas KUA akan diberi alokasi anggaran untuk pengganti uang transport, sehingga tak perlu takut dituduh menerima gratifikasi dari masyarakat.

Pertanyaannya, apakah rencana kebijakan populis menjelang pemilu tahun 2014 mendatang tersebut sudah tepat?

Pernikahan pada dasarnya merupakan akad keperdataan (privat) warga negara. Karena itu, adalah tidak pada tempatnya dibebankan pada pembayar pajak di Indonesia. Apalagi, wacana populis tersebut dilempar ke publik menjelang pemilu tahun 2014 mendatang. Sehingga tak pelak kental beraroma politis.

Tahun 2013-2014 memang tahun politik. Setiap politisi yang menduduki posisi strategis di partai dan pemerintah akan berlomba-lomba memikat calon pemilih. Tak lain tak bukan untuk perebutan kekuasaan menggantikan rezim SBY yang segera berakhir tahun 2014 mendatang.

Jumlah Rp.30.000 memang tak seberapa. Namun akan menjadi sangat besar bagi beban APBN apabila tiap tahun dianggarkan sampai Rp1,1 triliun. Yang paling krusial, anggaran ini tentu saja akan dibebankan pada pembayar pajak. Nah, apakah para pembayar pajak rela ikut membiayai urusan privat orang lain?

Memang, setiap yang gratis-gratis---apalagi jika sebelumnya tidak gratis (membayar)---warga biasanya akan antusias dan senang sekali. Gratis demikian boleh-boleh saja tapi tidak dibebankan pada APBN, melainkan sepenuhnya gratis. Jika tak mungkin gratis maka solusinya tidak dengan dibebankan pada APBN atau pada para pembayar pajak.

Solusi yang lebih mungkin, proporsional, dan aman secara hukum adalah dengan membuat regulasi aturan yang menjadi backup hukum atas biaya nikah yang dikeluarkan masyarakat untuk penghulu atau KUA. Aturan ini harus dijalankan secara transparan dan jelas akuntabilitasnya.

Kekhawatiran selama ini soal tuduhan gratifikasi yang diterima pegawai KUA cukup mudah disiasati secara hukum. Yakni, dengan membuat aturan hukum sebagai landasan warga membayar Rp30.000 per pernikahan kepada penghulu. Beres.

Di sini peran pemerintah cukup sebagai regulator. Soal pembiayaan nikah sepenuhnya urusan tiap warga negara yang akan menikah karena ini soal privat. Tidak masuk akal urusan privat orang per orang dibebankan pada APBN untuk membiayainya.

Bukankah lebih baik dana Rp1,1 triliun tersebut digunakan untuk kepentingan publik: membangun jalan, jembatan, gedung sekolah, puskesmas, dll.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun