Mohon tunggu...
Sutomo Paguci
Sutomo Paguci Mohon Tunggu... Pengacara - Advokat

Advokat, berdomisili di Kota Padang, Sumatera Barat | Hobi mendaki gunung | Wajib izin untuk setiap copy atau penayangan ulang artikel saya di blog atau web portal | Video dokumentasi petualangan saya di sini https://www.youtube.com/@sutomopaguci

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Menyesalkan Gramedia Bakar Buku

14 Juni 2012   11:00 Diperbarui: 25 Juni 2015   04:00 893
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13396719881342607112

[caption id="attachment_182566" align="aligncenter" width="300" caption="Buku '5 Kota Berpengaruh Dunia' yang akan dibakar (Antara/ M Agung Rajasa), Sumber: VIVAnews.com"][/caption] Diberitakan Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama bersama dengan Majelis Ulama Indonesia membakar 216 buah buku terjemahan berjudul 5 Kota Paling Berpengaruh di Dunia karya Douglas Wilson, di halaman belakang gedung Bentara Budaya, Palmerah, Jakarta Barat, Rabu, 13 Juni 2012. Peristiwa pembakaran buku tersebut diawali karena adanya protes dan pelaporan pada Senin, 10 Juni 2012, oleh anggota Front Pembela Islam (FPI), Iwan Arsidi, ke Polda Metro Jaya mengenai dugaan pelecehan terhadap agama Islam dalam buku bersangkutan. Disebutkan pada halaman 24 dari buku Wilson menyatakan "Nabi Muhammad adalah perompak dan perampok yang memerintahkan penyerangan terhadap karavan-karavan di Mekah". Hal mana sebagaimana diatur dan diancam dalam KUHP Pasal 156, 157 ayat (1), dan Pasal 484 ayat (2). Adapun pihak-pihak yang dilaporkan oleh FPI adalah Direktur Utama PT Gramedia Pustaka Utama, Wandi Subrata, editor Herdian Cahya Krishna, serte penerjemah Hendry Tanaja. Buku yang beredar sejak Maret 2012 ini awalnya dicetak sebanyak 3000 eksemplar. Sampai awal bulan Juni 2012 tercatat telah terjual sebanyak 489 eksemplar. Keliru Pembakaran buku oleh pihak Gramedia dan MUI tersebut keliru dan patut disesalkan. Harusnya, oleh karena kasus ini sudah dilaporkan ke Polda Metro Jaya, maka biarkan saja proses hukum berjalan. Mekanisme hukum yang akan membuktikan kebenaran dari pengaduan FPI. Nanti pemutus akhirnya adalah hakim, apakah dakwaan terbukti atau tidak. Sampai ada putusan hakim, tidak boleh ada siapapun pihak partikelir yang melakukan aksi main hakim sendiri. Gramedia pun seharusnya tidak tunduk pada tekanan siapa pun, karena tunduk pada tekanan sama dengan menyetujui aksi main hakim sendiri (eigenrichting) nota bene merupakan preseden buruk dan contoh tak baik bagi warga negara yang hidup di negara demokrasi yang berlandaskan konstitusi dan supremasi hukum. MUI, FPI dan Gramedia seharusnya memahami prosedur hukum tersebut. Memang bisa saja dikatakan pembakaran bukum tersebut sebagai inisiatif Gramedia atau siapapun, bukan paksaan dan seterusnya, akan tetapi pembakaran demikian tetap saja telah mendahului proses hukum. Yang benar Langkah yang benar adalah tunggu proses hukum berjalan. Biarkan polisi melakukan penyelidikan dan penyidikan. Jika cukup bukti polisi akan melimpahkan ke kejaksaan. Dan kejaksaan jika sudah menilai cukup bukti akan melimpahkan penuntutan ke pengadilan. Nanti, hakim yang akan memeriksa dan mengadili. Setelah ada putusan hakim  yang menyatakan peredaran buku Wilson tersebut terbukti memenuhi salah satu atau beberapa unsur pasal yang didakwakan, dan putusan bersangkutan telah berkekuatan hukum tetap, maka barulah barang bukti bisa dimusnahkan sesuai bunyi putusan hakim. Itu yang benar. Penulis mencatat PT Gramedia Pustaka Utama dalam semester pertama 2012 ini saja sudah dua kali melakukan langkah blunder terkait peredaran buku di Indonesia. Pertama dengan menolak mengedarkan buku karya Irshad Manji. Dan, kedua, kejadian pembakaran buku kali ini. Kesediaan mengedarkan buku atau tidak, atau membakar buku atau tidak, memang bisa ditetapkan sepihak oleh PT Gramedia Pustaka Utama. Akan tetapi tindakan demikian tidak seharusnya dilakukan secara mendahului proses hukum. Jika PT Gramedia Pustaka Utama merasa dibawah tekanan, atau merasa diri dan pegawainya terancam oleh pihak-pihak tertentu, ya, lapor ke kepolisian untuk minta perlindungan hukum. Ini negara hukum. Bukan negara hukumnya MUI atau FPI atau siapapun kaum partikelir dan ormas keagamaan.[] Refrensi: VIVAnews.com, inilah.com, dan tempo.co

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun