Mohon tunggu...
Sutomo Paguci
Sutomo Paguci Mohon Tunggu... Pengacara - Advokat

Advokat, berdomisili di Kota Padang, Sumatera Barat | Hobi mendaki gunung | Wajib izin untuk setiap copy atau penayangan ulang artikel saya di blog atau web portal | Video dokumentasi petualangan saya di sini https://www.youtube.com/@sutomopaguci

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Pengertian Kerugian Keuangan Negara dalam Tindak Pidana Korupsi

28 Agustus 2021   19:14 Diperbarui: 29 Agustus 2021   15:12 12601
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Sumber: jurnalpost.com/Istimewa)

U N S U R  "merugikan keuangan negara atau perekonomian negara" merupakan unsur inti (bestandeel delict) dalam Pasal 2 dan 3 UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 ("UU PTPK").

Semula, unsur ini berbunyi "yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara", dimana kata "dapat" tersebut bermakna delik formil, yakni adanya tindak pidana korupsi cukup dengan dipenuhinya unsur-unsur perbuatan yang sudah dirumuskan undang-undang, bukan dengan timbulnya akibat (kerugian keuangan negara atau perekonomian negara).

Dalam perkembangannya, kata "dapat" tersebut tidak boleh lagi digunakan dalam unsur Pasal 2 dan 3 UU PTPK.

Adalah Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor: 25/PUU-XIV/2016 tanggal 5 Desember 2016 yang memutuskan kata "dapat" dalam Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 UU PTPK tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Sejak itulah, tindak pidana korupsi dalam pasal ini berubah dari delik formil menjadi delik materil. Dengan kata lain, unsur "kerugian keuangan negara" (sebagai akibat) yang dulu bukan unsur inti, sekarang menjadi unsur inti, bahkan unsur utama, yang harus dibuktikan terlebih dahulu.

Konsekuensi dari delik materil demikian adalah, sebelum penetapan tersangka kepada seseorang, kerugian keuangan negara tersebut haruslah terlebih dahulu dihitung dan disimpulkan oleh ahli atau harus dibuktikan.

Jika ahli menyimpulkan ada kerugian keuangan negara yang diakibatkan perbuatan melawan hukum atau menyalahgunakan kewenangan, maka barulah seseorang dapat ditetapkan sebagai tersangka tindak pidana korupsi Pasal 2 dan 3 UU PTPK. 

Bukan kebalikannya, seperti sering terjadi, dimana penetapan tersangka terlebih dahulu baru kemudian menyusul penghitungan kerugian keuangan negara oleh ahli. Ini bentuk penyalahgunaan kekuasaan (abus de pouvoir) oleh penyidik yang dapat berakibat penyidikan dinyatakan tidak sah oleh hakim praperadilan.

Keuangan negara sendiri menurut UU No 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara adalah, semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.

Sementara, definisi kerugian keuangan negara berdasarkan Pasal 1 angka 22 UU No 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara adalah, "kerugian negara/daerah adalah kekurangan uang, surat berharga, dan barang, yang nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan melawan hukum baik sengaja ataupun lalai."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun