Mohon tunggu...
Sutomo Paguci
Sutomo Paguci Mohon Tunggu... Pengacara - Advokat

Advokat, berdomisili di Kota Padang, Sumatera Barat | Hobi mendaki gunung | Wajib izin untuk setiap copy atau penayangan ulang artikel saya di blog atau web portal | Video dokumentasi petualangan saya di sini https://www.youtube.com/@sutomopaguci

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Hikmah Kasus Evy Vs Razman, Hubungan Advokat-Klien Sebaiknya Kontraktual

25 Februari 2018   05:00 Diperbarui: 25 Februari 2018   10:57 1876
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tersangka Gubernur Sumatera Utara Gatot Pujo Nugroho dan istri mudanya, Evy Susanti tiba di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Senin (3/8/2015). Keduanya akan diperiksa dalam kasus dugaan suap terhadap hakim dan panitera Pengadilan Tata Usaha Negara di Kota Medan. TRIBUNNEWS/HERUDIN

Pengacara Razman Arif Nasution dipolisikan Evy Susanti, istri mantan Gubernur Sumatera Utara Gatot Pujo Nugroho. Razman dituding melakukan penipuan senilai Rp 1,298 miliar dengan menjanjikan memberikan Rp 500 juta, di antaranya ke Mabes Polri. Banyak lagi tudingan lainnya. Demikian dikutip dari detik.com (24/2/2018).

Razman mengakui bahwa hubungannya dengan klien tersebut hanya secara lisan, tidak ada perjanjian tertulis, sehingga apa yang ditudingkan oleh Evy dibantah oleh Razman, kecuali penerimaan uang Rp 1,298 miliar.

Soal mana yang benar, apakah tudingan Evy atau bantahan Razman, biarlah menjadi domain proses hukum untuk membuktikannya. Artikel ini hanya mengutarakan fenomena hubungan advokat-klien yang acap hanya secara lisan.

Razman Arif Nasution (Foto: Lamhot Aritonang/detik.com)
Razman Arif Nasution (Foto: Lamhot Aritonang/detik.com)
Banyak potensi dampak negatif dari hubungan advokat-klien tanpa perjanjian terulis, antara lain bila si advokat beritikad tidak baik maka akan lebih aman tanpa ikatan tertulis, antara lain supaya lebih leluasa meminta sejumlah uang, untuk berbagai alasan.

Di antara alasan klasik untuk meminta uang pada klien adalah buat oknum kepolisian, kejaksaan, atau pengadilan. Soal apakah uang yang dijanjikan tersebut jadi diberikan atau tidak tentu saja sulit dibuktikan, karena hampir mustahil praktik suap-menyuap pakai alat bukti. 

Cara demikian diyakininya ampuh mengelabui klien. Psikologis klien dengan mudah terbuai harapan palsu bahwa kasusnya akan dihentikan atau dicarikan pasal yang ancaman pidananya lebih ringan oleh karena sudah memberi uang untuk aparat.

Karena itu, masyarakat yang merasa perlu mendapat bantuan hukum dari advokat, pastikan hubungan advokat-klien tersebut dituangkan dalam perjanjian tertulis (kontraktual), hitam di atas putih.

Perjanjian tertulis demikian paling kurang meliputi ruang lingkup jasa hukum, apakah terbatas tingkat penyidikan saja atau hingga ke pengadilan, hak dan kewajiban para pihak, jumlah honorarium yang disepakati dan bagaimana cara pembayarannya, jangka waktu kontrak, dan mekanisme penyelesaian perselisihan yang mungkin timbul.

Karena perjanjian terulis, hampir mustahil para pihak mencantumkan hal aneh-aneh dan melanggar hukum, misalnya mencantumkan sejumlah uang untuk menyuap polisi, jaksa dan hakim. Juga hampir mustahil mencantumkan materi yang melanggar etika profesi, misalnya menjanjikan kemenangan pada klien.

Hak dan kewajiban advokat-klien menjadi jelas. Advokat tidak boleh lagi meminta uang kecuali yang tertera dalam perjanjian, sehingga kehormatan advokat lebih terjaga selayaknya profesi mulia (officium nobile), dan hak-hak klien pun terjamin.(*)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun