Sering kita baca berita anggota baru Mapala tewas saat acara pengaderan di gunung, ada yang tewas akibat kekerasan senior, hipotermia, keletihan dan sebagainya. Ada pula pendaki tiba-tiba henti nafas hingga berujung kematian.
Setelah sekian lama menekuni olah raga naik gunung, penulis menemukan fakta unik. Karakter olah raga di gunung sangat berbeda dengan di dataran rendah, sekalipun bentuknya sama.Â
Begitupun bila terkena luka, pukulan, atau terjatuh tiba-tiba. Akibat dari rasa sakit dan tingkat syok di jantung sangat berbeda dibandingkan kejadian serupa di dataran rendah. Apalagi saat korban sedang mengalami tekanan darah rendah (hipotensi) atau sebaliknya sedang tekanan darah tinggi (hipertensi).
Baca juga:Â Buat Apa Capek-capek Mendaki Gunung
Jalan cepat di dataran rendah bisa saja dilakukan tanpa latihan dan adaptasi secara berarti sebelumnya. Sila jalan cepat di sekitar rumah, di tepi pantai atau lapangan sepak bola terdekat. Paling-paling akibatnya akan kecapekan, pegal dan berkeringat.
Berbeda halnya saat jalan cepat atau berlari di daerah pegunungan (trail/mountain running). Jika dilakukan tiba-tiba, tanpa adaptasi atau latihan sebelumnya, tahu-tahu langsung jalan cepat atau berlari di daerah pegunungan, maka efek bagi jantung dan paru-paru akan sangat dahsyat.
Terutama bila seseorang sepanjang hidupnya di dataran rendah. Kita tahu, di dataran rendah sangat kaya oksigen. Berbeda di dataran tinggi, oksigen lebih sedikit; makin tinggi suatu daerah maka oksigen makin tipis. Ini semua akan mengakibatkan kerja jantung dan paru-paru jadi sangat berat bila dipaksa secara tiba-tiba tanpa adaptasi.
Waktu di dataran rendah, jantung dan paru-paru terbiasa konsumsi oksigen berlimpah, yang bisa digunakan untuk membakar kalori dan lemak menjadi tenaga. Berbeda di dataran tinggi, tiba-tiba tubuh dihadapkan pada kondisi cuaca yang dingin dengan kadar oksigen yang makin menipis tiap mencapai ketinggian tertentu.
Tanda-tanda yang diberikan oleh tubuh saat diporsir tiba-tiba di gunung biasanya berupa jantung berdegup kencang, keringat dingin, kepala pusing, tenaga ngelos, otot kaki menegang bahkan keram. Jika fisik terus diporsir dalam keadaan demikian sangat mungkin berakibat fatal hingga kematian.
Saat di gunung dan tubuh mengalami cedera oleh berbagai akibat, misalnya terjatuh, tertimpa batu, kena pukulan dan sebagainya, maka yang dirasakan akan berbeda dibandingkan kejadian serupa di dataran rendah. Kadar oksigen yang tipis berakibat kerja jatung dan paru-paru jadi berat. Efek lanjutannya berupa lambatnya tubuh menghasilkan energi untuk menggerakkan otot, rebound dari rasa sakit akan lambat.
Bisa saja terjadi, karena tubuh menahan rasa sakit, suhu tubuh tiba-tiba jadi ngedrop. Hal mana karena energi tubuh yang susah payah didapat kemudian harus terbagi untuk melawan udara dingin dan rasa sakit secara bersamaan.