Mohon tunggu...
Sutomo Paguci
Sutomo Paguci Mohon Tunggu... Pengacara - Advokat

Advokat, berdomisili di Kota Padang, Sumatera Barat | Hobi mendaki gunung | Wajib izin untuk setiap copy atau penayangan ulang artikel saya di blog atau web portal | Video dokumentasi petualangan saya di sini https://www.youtube.com/@sutomopaguci

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Berkaca dari Kasus Marliem: Publikasi Media dapat Membahayakan Nyawa Saksi

13 Agustus 2017   09:13 Diperbarui: 13 Agustus 2017   22:20 1597
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber ilustrasi: vipcommonline.com.br

Curhat saksi kunci korupsi KTP-el Johannes Marliem, sebelum dirinya ditemukan tewas (Kamis, 10/8/2017), menghentak relung kesadaran kita. Bahwa betapa riskannya proses penyidikan dijadikan festivalisasi (pemberitaan yang berlebihan) pertunjukan di hadapan media.

Kepada jurnalis KONTAN, yang dipublikasikan Sabtu (12/8/2017), Marliem curhat kekecewaannya atas publikasi kesaksiannya dan perasaan jiwanya yang terancam.

"Saya tidak mau dipublikasi begini sebagai saksi. Malah sekarang bisa-bisa nyawa saya terancam," ujarnya.

Tanpa bermaksud mendahului proses hukum, karena sebagai warga negara kita boleh menduga, bahwa Marliem tidak bunuh diri seperti diberitakan. Marliem dibunuh!

Kecurigaan ini didasarkan pada curhatnya tersebut dan beberapa luka tembak pada dirinya, hal yang kurang lazim dalam kasus bunuh diri.

Dari curhat itu tampak feeling Marliem bahwa jiwanya terancam. Artinya, ia merasa pihak di luar dirinya yang mengancam nyawanya, bukan dirinya yang mau bunuh diri.

Andai saja kesaksian Marliem dalam proses penyidikan tersebut ditutup rapat-rapat hingga sampai di pengadilan, barangkali ceritanya akan menjadi lain.

Penyidikan idealnya memang tertutup untuk umum, apalagi dalam kasus-kasus besar yang rawan mengancam keselamatan dan independensi (dari kemungkinan penyuapan, intimidasi dll) pada para saksi.

Belum lagi para saksi yang mendapat stereotip sudah bersalah di mata sebagian publik. Pokoknya asal sudah dipanggil penyidik sudah dianggap cemar (bersalah). Padahal belum tentu demikian.

Publikasi penyidikan bisa bersumber dari penyidiknya sendiri, bisa juga dari saksinya sendiri yang bicara pada media, dan dua-duanya bisa berkontribusi bersamaan.

Marliem berbicara blakan-blakan ketika diwawancarai Koran Tempo (19 Juli 2017), bagaimana arsip rekaman terkait aktor-aktor KTP-el selama 4 tahun sebesar sekitar 500 gigabit. Orang jadi tahu bagaimana penting dan gentingnya nilai kesaksian ybs.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun