Mohon tunggu...
Sutjipto
Sutjipto Mohon Tunggu... -

Penulis Buku: Larasati

Selanjutnya

Tutup

Politik

Serius Kita Akan Mendukung Calon Gubernur Pelanggar Undang-undang?

17 Maret 2017   19:58 Diperbarui: 17 Maret 2017   20:02 1349
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
http://www.muslimcyber.net/2017/02/dugaan-penyadapan-fsldk-indonesia-minta.html

Pasca dimenangkannya gugatan para nelayan di PTUN terkait Pulau F, I, dan K, kesadaran berpikir kita seperti “bangun kembali” dari terlelap sejenak terhadap beberapa hal penting tentang Jakarta yang katanya maju karena telah membangun, tapi ternyata menyimpan persoalan hukum yang terang-benderang. Hukum yang dilanggar oleh pemerintah, mengatasnamakan kepatuhan pada hukum pada sisi yang lain, dan pada saat yang bersamaan. Ahok, sebagai representasi dari Pemprov yang ketika itu mengambil kebijakan, terbukti secara sah melakukan “pelecehan” terhadap undang-undang.

Kalau kita membuka memori sejenak, kita akan menemukan potongan-potongan kisah “memilukan” tentang bagaimana pelanggaran itu tidak hanya dilakukan sekali, tapi berkali-kali. Bahkan (ini mungkin) dari saking seringnya melanggar undang-undang, kini Ahok mengulik-ulik tentang agama Islam, yang ternyata, kini ia telah resmi menjadi terdakwa kasus penistaan agama (pelanggaran serius yang mengancam kebhinnekaan dan persatuan bangsa).

Bukan kali ini saja, Pemprov DKI Jakarta “babak belur” di jalur PTUN. Bukan hanya Pulai I, F, dan K yang dimenangkan karena sebelumnya ada Pulau G yang dimenangkan oleh para nelayan Angke, dan tentu saja kemenangan gugatan warga Bukti Duri. Tapi apa lacur, semuanya sudah menderita. Nelayan menderita, warga Bukit Duri juga nelangsa. Kemenangan mereka pun, tak dapat mengembalikan lagi tempat-tempat yang sudah “diratakan”.

Tidak hanya itu, pembangunan eks-Kalijodo, yang kini menjadi trand mark para pendukung Ahok bersama waduk Pluit, ternyata juga menyisakan permasalahan, karena di atasnya dibangun fasilitas yang tidak sesuai dengan peruntukan. Eks-Kalijodo itu adalah jalur hijau, dan kita paham untuk apa jalur hijau itu seharusnya. Anehnya, pembangunan itu justru melanggar peraturan yang dibuat oleh Ahok sendiri. Pada titik ini, kita tidak pernah habis pikir tentang “kegilaan” ini.

Gubernur Ahok melanggar peraturan yang dibuat oleh gubernur Ahok. Apakah Ahok pertama dan Ahok kedua itu berbeda? Sama, kecuali yang pertama saat ini sedang kampanye tentang pembangunannya yang ternyata banyak melangar.

Serius kita akan mendukung calon gubernur yang secara sah terbukti melakukan pelanggaran undang-undang seperti itu? Kalau tidak melanggar undang-undang, kenapa PTUN memenangkan gugatan-gugatan korban itu?

Taruhlah Ahok ingin menjadikan Jakarta supaya tidak “terendam” beberapa tahun yang akan datang, tapi apakah harus dengan melanggar undang-undang, terutama Amdal? Membangun eks-Kalijodo dengan fasilitas seperti itu bolehlah untuk mendukung kegiatan warga, tapi apakah harus dengan melanggar undang-undang yang dibuatnya sendiri tentang Zonasi? Boleh juga Ahok meratakan Bukit Duri untuk menegakkan undang-undang dan membangun Jakarta supaya lebih rapi dan dapat meminimalisasi banjir, tapi apakah harus dengan melanggar undang-undang juga?

Banyak lagi pertanyaan aneh, yang sebenarnya patut untuk direnungkan bersama sebagai sebuah fakta, bahwa memang Ahok telah banyak melakukan pelanggaran-pelanggaran terhadap undang-undang dan peraturan. Artinya, serius kita akan mendukung calon gubernur yang terbukti melanggar undang-undang dan peraturan?

Satu kata, "JANGAN!"

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun