Hiruk pikuk Lebaran dan kemacetan saat mudik di Jawa sudah sering kita dengar. Bagainana suasana Lebaran di tanah rencong, Aceh ?
Koteka Talk 221 sengaja mengundang Ikwanul Farissa, Kompasianer sekaligus ASN bagian IT di Aceh, yang tinggal di Meulaboh, Aceh Barat.
Webinar yang dipandu oleh mvak Gana dari Jerman, menampilkan Farissa yang berada di masjid Baitul Makmur, Meulaboh. Masjid berkubah pink ini sangat indah, karena memiliki arsitektur India dan Eropa.
Sebagai daerah yang dijuluki Serambi Mekah, tentu Aceh memiliki banyak masjid. Suasana bulan Ramadan sangat meriah, tiap sore warga berburu takjil di dekat masjid. Lalu buka puasa bersama di halaman masjid.
Pada tanggal 29 Ramadhan, zakat fitrah sudah dibagikan kepada tujuh golongan sesuai Al Quran, seperti kaum dhuafa, dan musafir.
Sore ini diperkirakan adalah hari puasa terakhir, namun akhir Ramadan atau datangnya 1 Syawal harus ditentukan berdasarkan munculnya hilal yang dilihat dengan teropong yang dipimpin langsung oleh Bupati.
Menjelang Lebaran, ada tradisi megang, yaitu memotong daging satwa untuk dijual kepada warga yang akan memasak guna menyambut Lebaran. Bedanya dengan Idul Adha, juga potong daging tapi untuk dibagikan, bukan dijual.
Bila datangnya 1 Syawal sudah ditentukan, maka bergenalah takbir di seluruh masjid. Bahkan anak musa berkeliling kots sambil bertakbir.
Sementara para wanita sibuk memasak di dapur. Yang dimasak bukan kuliner khas Aceh seperti mie Aceh, melainkan kuliner khas Lebaran, yakni ketupat, opo ayam, sambal hati, dan rendang. Juga membuat kue-kue kering,seperti nastar.
Menurut Farissa, alumnus Universitas Syah Kuala, Banda Aceh ini, menceritakan tradisi di Aceh setelah malam takbiran, esok paginya bangun pagi, tidak makan sahur lagi dan langsung sholat subuh.
Lalu mandi dan sarapan, kenudian berpakaian rapi menuju masjid untuk menunaikan shlat Ied.