Bila kita cukup aktif di media sosial, tentu merasakan dan menemui fenomena ini, yakni "cancel culture". Sebuah fenomena yang bertindak semena-mena menjadi hakim dan langsung menghukum seseorang atau institusi dengan cara memboikot sehingga tidak memberi kesempatan orang / institusi untuk membela diri.
Karena dampak sosialnya yang sangat masif, maka hendaknya kita harus bersikap bijak saat berinteraksi di era digital, sehingga kita tidak menghukum orang / institusi dengan sewenang-wenang, namun dapat memperlakukan semua tindakan secara adil.
Asal mula "cancel culture" adalah sebuah gerakan sosial guna melindungi hak-hak kelompok minoritas dari kearoganan pemegang kekuasaan yang tidak adil. Dari yang semula berupa sekadar kritik meluas menjadi sebuah fenomena yang menghukum orang / institusi yang telah melakukan kesalahan dengan menggunakan media sosial.
Akan muncul dualisme dari dampak "cancel culture", bisa positif dan negatif, tergantung konteksnya.
Bisa menjadi dampak positif, bila untuk menghukum orang / institusi yang bersikap arogan sehingga perbuatannya merugikan  masyarakat. Dengan "cancel culture" masyarakat dapat menghentikan sikap orang / institusi yang tidak menyenangkan. Juga "cancel culture" dapat membantu kelompok minoritas yang mendapatkan tindakan tidak adil dari kelompok yang lebih berkuasa.
Adapun dampak negatifnya, adalah orang / instutusi yang menerima hukuman, tidak diberi kesempatan untuk membela diri dan meminta maaf. Hal ini dapat menjadi suatu tindakan kekerasan yang semena-mena dan tidak menghargai prinsip keseimbangan. Hal ini dapat terjadi pada orang / institusi yang tidak memiliki akses ke media sosial. Mereka bisa menjadi bulan-bulanan pihak yang berlawanan dengannya.
Karena "cancel culture" dapat menimbulkan fenomena yang kompleks, setidaknya jangan langsung diadopsi di Indonesia. Perlu memiliki kebijaksanaan yang tinggi agar kita tidak menyalah gunakan "cancel culture* sebagai sarana untuk mematikan lawan bisnis maupun politik.
Konsep "cancel culture"hanya boleh digunakan untuk memperoleh keadilan. Namun harus dicegah penggunaan "cancel culture" yang sekadar untuk menghukum orang / institusi secara semena-mena.
Jadilah bijak, sebelum menerapkan konsep "cancel culture".
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI