Mohon tunggu...
Sutiono Gunadi
Sutiono Gunadi Mohon Tunggu... Purna tugas - Blogger

Born in Semarang, travel-food-hotel writer. Movies, ICT, Environment and HIV/AIDS observer. Email : sutiono2000@yahoo.com, Trip Advisor Level 6 Contributor.

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Buaya Melihat Buaya (Tulisan ke-3 dari 3)

1 Maret 2023   05:00 Diperbarui: 3 Maret 2023   19:43 798
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Destinasi kedua Click Jelajah Cikarang adalah mengunjungi Taman Buaya Indonesia. Rupanya Taman Buaya ini adalah pindahan dari yang semula berlokasi di Pluit, Jakarta. Dipindahkan ,ke Cikarang sejak 1991.

Taman Buaya di Cikarang ini memiliki 6 kolam berisikan buaya asal Sumatera, buaya Kalimantan, buaya Papua, buaya putih (albino), buaya buntung (buaya tanpa ekor) dan anak buaya.

Patung Buaya (dokpri)
Patung Buaya (dokpri)

Pada bagian luar saat kita memasuki area Taman Buaya ini terdapat patung buaya raksasa yang bagus untuk berfoto, hendaknya patung ini juga dirawat, saat cat sudah mulai mengelupas. Demi keamanan pengunjung, tiap kolam dibatasi pagar besi setinggi 1,5 meter agar tidak terpeleset dan jatuh ke kolam.

Bahaya selalu ada, khususnya saat banjir melanda kawasan atau buaya yang melompat dari kandang. Itulah sebabnya pawang buaya selalu siaga.

Jumlah buaya ini awalnya sekitar 500 ekor, namun sekarang tinggal tersisa sekitar 350 ekor  buaya. Hal ini disebabkan pengelolanya dari swasta, sejak dikelola oleh anaknya kurang serius mengelola Taman Buaya ini, termasuk sedikitnya pengasuh dan perawat buaya serta atraksi berlangsung tidak tiap hari.

Sejak pandemi Covid-19 melanda dunia, Taman Buaya ini makin sepi, sehingga buaya hanya diberi makan, dua kali semnggu. Atraksi buaya yang bernama Joko Tingkir juga dioperasikan kadang-kadang. Padahal dulu ketika masih di Pluit, Jakarta, saat dikelola ayahnya Taman Buaya lebih terawat, atraksi berjalan lancar dan ada toko cindera mata berbahan kulit buaya.

Taman Buaya sekarang tampak seadanya, kurang terawat karena kurangnya personil. Juga bau amis menyeruak yang disebabkan banyaknya buaya yang mati dan terlambat disingkirkan karena minimnya personil.

Buaya air tawar dan buaya laut tidak boleh dicampur dalam satu kolam / kandang. Buaya air tawar akan kalah.

Menurut Warsidi, salah satu pawang buaya yang kami temui, banyak bercerita tentang kejayaan Taman Buaya yang pernah menjadi lokasi shooting film. Juga ada aroma mistis pada buaya putih karena pernah terdengar suara kakek tua batuk. Beberapa pengunjung yang percaya pada kesaktian buaya putih sering melakukan nazar. Bila permohonannya terkabul, misal akan menyerahkan sapi atau ayam untuk diberikan sebagai santapan buaya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun