Mohon tunggu...
Sutiono Gunadi
Sutiono Gunadi Mohon Tunggu... Purna tugas - Blogger

Born in Semarang, travel-food-hotel writer. Movies, ICT, Environment and HIV/AIDS observer. Email : sutiono2000@yahoo.com, Trip Advisor Level 6 Contributor.

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Pilih Sistem Pileg yang Mana?

9 Januari 2023   05:00 Diperbarui: 9 Januari 2023   06:30 179
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Wakil rakyat (sumber: daily news Indonesia.com)


Saat ini sistem pemilihan anggota legislatif dilakukan dengan sistem propersional terbuka. Artinya, partai politik nenyusun daftar calon legislatifnya, lalu beserta fotonya ditampilkan pada surat suara dibawah tanda gambar partai politik. Lalu pemilih boleh mencoblos tanda gambar partai politik atau langsung memilih nomor urut calon legislatif atau fotonya. Jadi, pemilih dapat dengan bebas memilih calon legislatifnya. Apakah sistem propersional terbuka ini baik?

Secara demokratis jelas baik, karena pemilih berhak memilih calon legislatifnya. Hanya masalahnya apa benar pemilih paham atau mengenal benar calon legislatif yang dipilihnya.

Jujur saja, selama ini kita bingung karena tidak mengenal nama-nama calon legislatif meski ada foto dirinya, bahkan curriculum vitae telah dicantumkan di situs KPU  Akibatnya, kita hanya memilih secara acak, ngawur, atau memilih yang gelarnya paling banyak, paling tampan / cantik, yang sesuku atau seagama.

Kalau tidak ada nama calon legislatif yang diketahui bagaimana? Alternatif lainnya memilih nama yang sudah populer, dan umumnya dari kalangan artis. Itulah sebabnya banyak partai politik baru / kecil yang tidak segan memasang calon legislatif dengan nama artis. 

Akibatnya, gedung DPR dipenuhi dengan wajah tampan / cantik, wangi dan busana keren. Itupun kalau mereka sedang tidak ada acara atau shooting  Apakah calon legislatif dari kalangan artis ini memiliki kemampuan sebagai wakil rakyat? Bisa ya, bisa tidak. Hanya kebanyakan mereka tidak memiliki dasar kemampuan sebagai wakil rakyat.

Masalah lainnya dengan sistem proporsional terbuka adalah gontok-gontokan di internal partai politik sendiri. Selain berebut nomor jadi agar kebagian jatah suara dari para pemilih tanda gambar partai, juga para calon legislatif separtai ini saling tikung dan bersaing sendiri, baik secara sehat maupun tidak sehat.

Kekurangan sistem proporsional terbuka lainnya adalah wakil rakyat terlalu memperhatikan dapilnya masing-masing, padahal sebagai wakil rakyat harusnya mewakili seluruh rakyat Indonesia.

Akhir-akhir ini beredar usulan untuk merubah sistem proporsional terbuka menjadi tertutup. Apa artinya? Sistem proporsional tertutup, artinya pemilih hanya mencoblos tanda gambar partai politik, lalu yang menentukan calon legislatif adalah kebijakan partai. 

Seharusnya sistem ini lebih baik, karena pemilih yang tidak mengenal nama calon, mempercayakan kepada partai politik yang dipilihnya. Dengan demikian partai politik akan berbenah dan memberikan kaderisasi terbaik bagi calonnya agar nama partainya makin harum.

Namun sistem proporsional tertutup ini kurang disukai oleh partai politik baru/kecil karena mereka tidak dapat lagi memasang artis sebagai vote getter (pendulang suara) belaka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun