Mohon tunggu...
Sutiono Gunadi
Sutiono Gunadi Mohon Tunggu... Purna tugas - Blogger

Born in Semarang, travel-food-hotel writer. Movies, ICT, Environment and HIV/AIDS observer. Email : sutiono2000@yahoo.com, Trip Advisor Level 6 Contributor.

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Kampung Labirin, Jangan Takut Tersesat

27 Oktober 2022   06:30 Diperbarui: 27 Oktober 2022   06:46 523
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Istilah labirin dikenal orang sebagai suatu sistem jalur yang rumit, brrliku-liku dan kadang-kadang disertai jalan buntu. Namun jangan kawatir, bila Anda berkunjung ke Kampung Labirin di dekat Gang Aut, Bogor, Anda tidak akan ketemu jalan buntu Dan tidak akan tersesat, karena banyak pemandu akang tampan dan teteh yang geulis, yang merupakan pemuda pemudi asli Kampung tersebut. Kampung Labirin sebenarnya bernama Kebon Jjukut atau dikenal dengan singkatan KeJu.

Jalanan di Kampung Labirin memang kecil, sempit dan berupa lorong yang berliku .Lebih baik parkir kendaraan roda empat di ujung jalan sebelum memasuki Kampung Labirin. Kalau Anda menggunakan sepeda motor atau sepeda masih bisa dikendarai, tetapi lebih asyik bila wisata dilakukan jalan kaki.

Pada saat kita berkunjung ke Kampung Labirin, sedang tidak ada acara. Jadi keadaaan cukup sepi karena sebagian anak mudanya kuliah atau bekerja. Kita disambut oleh pemandu wisata lokal Ade Irma dan Denny Maulana. 

Guna menyambut peserta Koteka Trip 4 dari Kompasiana ini, Ade Irma yang tiap hari berjualan kue pancong dengan merek kue_pancong_khaisar terpaksa meliburkan gerainya. 

Jadi bila Kompasiana mempunyai komunitas KPK yang kependekan dari Kompasianer Penggila Kuliner, maka KPK bagi Ade Irma adalah kependekan dari Kue Pancong Khaisar. 

Bagi yang sempat ke Kampung Labirin lagi, jangan lupa mencoba kue pancong buatan Ade Irma ditanggung minta lagi karena tampilannya sangat indah, bak buatan chef hotel bintang.

KPK (dok: Ade)
KPK (dok: Ade)

Namun kita masih mendapatkan beberapa penjaja kuliner, seperti cireng dan yang melegenda adalah emping jengkol. Bahkan kita dapat melihat proses produksinya, dimulai dari menggepreknya pada batu. Beberapa peserta sempat mempraktekkan cara menggeprek jengkol, sebagian membeli dan menyantap yang sudah digoreng.

Emping jengkol (dokpri)
Emping jengkol (dokpri)

Meski kondisi sepi, tapi kami masih disambut atraksi angklung oleh anak-anak kecil berbusana khas Sunda juga melihat sekelompok anak kecil perempuan yang sedang brrlatih menari, dilatih oleh seorang remaja putri. Biasanya mereka berlatih di sanggar dan dilatih oleh Eka dan Dewi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun